TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD DKI 2020 telah disepakati DPRD dan pemerintah DKI Jakarta sebesar Rp 87,9 triliun pada Rabu, 11 Desember 2019. Namun banyak catatan dari anggota dewan terhadap hasil pembahasan anggaran yang penuh kontroversi itu.
Tak hanya soal anggaran janggal seperti anggaran lem aibon, pembahasan RAPBD DKI ini juga terlambat 11 hari dari jadwal penyerahan ke Kemendagri pada 30 November lalu. Untuk mengejar target rapat paripurna 11 Desember 2019, rapat komisi hingga rapat badan anggaran pun dikebut hingga malam hari.
Namun hingga RAPBD DKI akhirnya disahkan, beberapa anggota Dewan masih mempersoalkan sejumlah mata anggaran. Alasannya, pemerintah provinsi belum memberikan rekomendasi, kajian, dan analisis teknis pada sejumlah mata anggaran yang dipersoalkan itu.
“Data rinci baru diberikan menjelang pembahasan. Lalu penjelasannya hanya mengandalkan opini lisan dari SKPD (satuan kerja perangkat daerah),” kata Ketua Fraksi PSI Ahmad Idris, Rabu 11 Desember 2019. “Itu sulit sekali dijadikan pegangan.”
Fraksi PSI, kata Ahmad Idris, setidaknya masih mempersoalkan tiga mata anggaran yang dinilai paling berpolemik. Di antaranya adalah anggaran proyek pembangunan rute 2 kereta light rail transit (LRT) Pulogadung-Kebayoran Lama.
Proyek yang akan dikerjakan Dinas Perhubungan dan PT Pembangunan Jaya ini membutuhkan dana Rp 68,7 miliar. Fraksi PSI menilai, proyek ini berpotensi melanggar peraturan karena menyerahkan seluruh pembangunan LRT kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Selain itu, PSI masih mempersoalkan anggaran penyelenggaraan Formula E sebesar Rp 1,6 triliun, pengadaan komputer Rp 128,6 miliar di Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), dan pengadaan pos Rp 160 miliar di Dinas Pemadaman Kebakaran.
“Anggaran nilainya ratusan miliar rupiah tapi tak pernah dipaparkan bagaimana perbandingan harga dan kualitas dengan merek yang berbeda. Tak ada juga kajian yang jelas,” kata Idris.
Ahmad Yani, anggota Badan Anggaran dari Fraksi PKS, juga menyebut sejumlah anggaran yang dinilai bermasalah. Misalnya anggaran gaji dan dana operasional Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang tetap disetujui Rp 19,8 miliar. Dewan juga hanya memberikan anggaran revitalisasi Taman Ismail Marzuki sebesar Rp 200 miliar untuk PT Jakarta Propertindo, menyusul pencoretan rencana pembangunan hotel di TIM.
Ketua DPRD Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, mengatakan anggaran untuk TGUPP belum final meski telah diketok Rp 19,8 miliar. Menurut dia, anggaran itu harus dikurangi karena Dewan hanya setuju membiayai 50 anggota TGUPP, bukan 67 orang seperti yang diajukan pemerintah. “Nanti sisa uang TGUPP masuk ke pos anggaran biaya tak terduga (BTT),” kata Prasetio. “Kami juga akan sidak (inspeksi mendadak) kerja TGUPP.”
Pejabat pelaksana tugas Kepala Bappeda DKI Jakarta, Suharti, mengatakan pemerintah provinsi memang berencana mengurangi jumlah anggota TGUPP sesuai dengan keputusan DPRD. Namun, pemerintah memerlukan waktu untuk menerapkan kebijakan tersebut. “Tak bisa langsung. Ada Undang-undang Ketenagakerjaan yang harus dipatuhi,” kata dia.
Gubernur Anies Baswedan menyatakan siap mempelajari semua masukan dan catatan yang diberikan anggota legislatif dalam proses pengesahan Rancangan APBD DKI 2020. Menurut dia, seluruh program dan proyek di Ibu Kota memang perlu perhatian dan kerja sama berbagai stakeholder, termasuk masyarakat. Dia berjanji menjalankan semua program dalam Rancangan APBD 2020 sesuai dengan tenggat yang ditetapkan