Belakangan, dua penumpang ini dikabarkan merupakan karyawan Garuda Indonesia. Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan tak menampik. Namun, ia mengklaim karyawannya sejak awal telah melakukan self-declare atau melaporkan kepada kepabeanan secara mandiri atas bawaannya.
Daftar manifes penumpang dalam penerbangan Garuda Indonesia GA 9721 berjenis A300-900 Neo rute Touluse Prancis-hanggar GMF Soekarno-Hatta yang mengudara pada 16-17 November 2019. Foto: Istimewa
Deni mengatakan tak ada istilah self declaration dalam pembayaran pajak ekspor-impor. "Kami hanya mengenal metode self assesment. Itu berdasarkan best practice custom international," katanya.
Metode self assesment memungkinkan penentuan besaran pajak terutang dihitung secara mandiri oleh wajib pajak. Dalam hal ini, wajib pajak berperan aktif menuntaskan kewajiban pajaknya. Mulai dari penghitungan besaran pajak, pembayaran pajak, hingga pelaporan pajak.
Dalam self assesment, aturan yang ditetapkan kepabeanan terhadap barang ekspor dan impor tak berubah. Artinya, penumpang pesawat tidak diperkenankan membawa barang bekas asal luar negeri masuk ke dalam negeri.
"Contohnya Anda membawa make up. Meski bekas, tidak boleh dibawa. Kalau memaksa bawa dengan berbagai cara, berarti Anda memang memiliki niat (menyelundupkan barang)," tutur Deni.
Sebagai sanksi, seumpama penumpang benar-benar membawa barang selundupan, ia bakal diminta membayar pajak PPN, PPh, dan bea masuk sesuai dengan besaran yang berlaku. Besar pajak pun disesuaikan dengan harga barang yang dibawa penumpang.
Namun, jika barang yang dibawa adalah barang bekas, Deni mengatakan nasib barang itu akan menjadi barang dikuasai negara atau BDN. Penyelesaian perkara BDN diatur dalam beleid Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.04/2006.