TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk bersiap melakukan transformasi digital di bawah kepemimpinan Pahala Nugraha Mansury, yang telah resmi ditetapkan sebagai direktur utama dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), kemarin. Pahala mengisi kekosongan posisi tersebut pasca ditinggal Suprajarto yang mengundurkan diri usai ditunjuk menjadi direktur utama dalam RUPSLB BTN 29 Agustus 2019.
Direktur Finance, Planning, & Treasury BTN Nixon L.P. Napitupulu berujar ke depan digital banking akan ditambahkan sebagai fokus baru perseroan agar senantiasa relevan dengan perkembangan pasar dan kebutuhan nasabah.
“Arahnya jelas mau ke digital, dengan memanfaatkan big data dan analytic, kami siapkan direktorat baru yang fokus ke consumer banking dan akan shifting ke high tech,” ujar dia mewakili Pahala yang berhalangan hadir dalam rapat di Jakarta, Rabu 27 November 2019.
Adapun sebagai langkah awal, pemegang saham juga memutuskan untuk merombak jajaran direksi dan mengubah nomenklatur jabatan direksi. Posisi direktur dipangkas dari 9 orang menjadi 8 orang, termasuk di dalam posisinya direktur utama. Empat direktur diberhentikan dari jabatannya, yaitu Oni Febriarto Rahardjo, Dasuki Amsir, Budi Satria, dan Mahelan Prabantarikso.
Nixon tetap mengisi posisi Direktur Finance, Planning, & Treasury, Hirwandi Gafar menjabat Direktur Consumer dan Commercial Lending, Yossi Istanto sebagai Direktur Legal, Human Capital & Compliance, Elisabeth Novie Riswanti sebagai Direktur Remidial and Wholesale Risk, Andi Nirwoto sebagai Direktur Operation, IT & Digital Banking, Setyo Wibowo sebagai Direktur Enterprise Risk Management, Big Data & Analytic, serta Jasmin sebagai Direktur Distribution & Ritel Funding.
“Perampingan ini agar lebih dinamis dan agile,” ucap Nixon.
Sementara itu, penggabungan nomenklatur dilakukan untuk bidang consumer dan commercial banking agar koordinasi kebijakan berjalan efisien. “Jadi keputusan bisa lebih cepat dan pricing KPR bisa di-bundling lebih baik,” kata dia. Bongkar pasang nomenklatur kata Nixon dilakukan untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan industri ke depan.
Pekerjaan rumah berikutnya yang menanti direksi baru BTN adalah persoalan likuiditas serta tantangan dalam mencari sumber dana murah untuk membiayai kredit perumahan sebagai inti bisnis perseroan. “Persoalan bank ini nomor satu adalah biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi, makanya salah satu arahannya agar BTN bisa lebih efisien, sehingga nanti ujungnya bunga KPR juga bisa lebih murah,” ucap Nixon. Biaya dana di awal 2020 ditargetkan untuk terus diturunkan hingga di bawah 6 persen.
Dia melanjutkan tahun depan BTN juga akan mulai mengurangi eksposure di pendanaan non dana pihak ketiga (DPK) atau wholesale funding, seperti obligasi yang sarat akan bunga tinggi. “Kami akan ganti ke time deposit (deposito berjangka), kemudian akan kami rekomposisi porsinya antara yang ritel dan institusi,” kata Nixon. “Yang ritel akan lebih banyak, dan yang institusi akan stagnan karena institusi ini lebih mahal dari ritel.”
BTN juga akan terus meningkatkan fokus untuk menggarap tabungan, baik individu maupun bisnis. Terakhir, BTN juga tengah menjajaki pendanaan yang bersumber dari investor asing. Salah satunya adalah investor asal Jepang terkait dengan rencana pembangunan smart city untuk kalangan milenial, perumahan yang terintegrasi dengan moda transportasi. Hal itu sejalan dengan strategi perseroan yang ingin memperluas pembiayaan dari investor negara-negara yang mengincar investasi dengan return tinggi.