TEMPO.CO, Teheran – Deputi Menteri Urusan Ekonomi dan Keuangan Iran, Mohammad Ali Dehghan Dehnavi, mengatakan penjatahan pembelian bahan bakar minyak bisa membantu pemerintah untuk mengekspor sebanyak 3.65 miliar liter BBM setiap tahun.
Ini akan mendatangkan pemasukan bagi pemerintah sebanyak sekitar Rp46 triliun rupiah atau sekitar US$3.3 milair per tahunnya.
“Jika kita bisa mengurangi konsumsi BBM dan menjualnya ke negara lain di Teluk Persia, kita bisa mengekspornya,” kata Dehnavi seperti dilansir media ILNA dan dikutip Tehran Times pada Senin, 18 November 2019.
Dehnavi mengatakan pemerintah perlu menaikkan harga jual BBM untuk meningkatkan pendapatan. Dia beralasan kontribusi kenaikan harga BBM terhadap rumah tangga hanya 2.5 persen sehingga tidak berdampak banyak.
“Jika harga BBM naik 50 persen tidak berarti biaya taksi dan transportasi pengangkutan ikut naik 50 persen,” kata dia.
Dehnavi menanggapi demonstrasi besar-besaran yang melanda Iran sejak Jumat pekan lalu pasca pengumuman kenaikan harga BBM oleh pemerintah.
Warga yang turun ke jalan melampiaskan kemarahannya dengan melakukan vandalisme dan merusak fasilitas publik dan membakar seratusan mobil yang terparkir di tepi jalan.
Ini merupakan unjuk rasa terbesar kedua setelah Iran juga mengalami masalah sama pada 2017. Saat itu, masyarakat juga turun ke jalan di berbagai kota Iran mengecam pemerintah yang dinilai korup.
Pasukan Garda Revolusi Iran mengancam akan turun ke jalan menindak demonstran yang dianggap membuat kerusuhan.
“Jika perlu kami akan mengambil tindakan revolusi dan keras terhadap setiap gerakan yang mengganggu keamanan dan keamanan masyarakat,” begitu pernyataan dari pasukan Garda Revolusi di situs lembaga itu seperti dilansir Reuters pada Senin, 18 November 2019.
Selain itu, pemerintah Iran juga memblokir akses Internet warga untuk menghambat komunikasi dan ajakan melakukan demonstrasi.
“Menteri Informasi dan Komunikasi Iran mengakui pada Senin kemarin pemerintah telah menutup akses Internet selama beberapa hari di tengah merebaknya demonstrasi anti-pemerintah,” begitu dilansir Newsweek.
“Layanan Internet tidak terganggu tapi para service provider diperintahkan memutus akses Internet oleh Dewan Keamanan Nasional,” kata Mohammad-Javad Azari Jahromi, menteri Informasi dan Teknologi Komunikasi Iran, seperti dilansir Newsweek.
Menurut Jahromi, pemerintah telah melakukan langkah tambahan sejak Ahad untuk menormalkan situasi dan mengizinkan perusahaan kembali mengaktifkan akses internet.
Menurut situs berita Khabar Online, yang dikutip Newsweek, Jahromi mengakui jika publik merasa marah dengan terputusnya akses internet. Dia beralasan ini dilakukan untuk kepentingan keamanan nasional.
Dia membantah jika pemerintah diam-diam sedang membangun jaringan internet lokal untuk menggantikan jaringan internet global.
Jahromi merupakan menteri termuda dalam kabinet pemerintahan Presiden Iran, Hassan Rouhani, saat ini yaitu berusia 37 tahun. Dia terlahir pasca 1979, yang merupakan tahun Revolusi Islam Iran untuk menggulingkan monarki dukungan Barat. Jahromi pernah berkarir sebagai petugas intelijen sebelum berkarir di bidang telekomunikasi. Dia terpilih menjadi menteri Telekomunikasi sejak 2017.