TEMPO.CO, Jakarta - Belum satu bulan pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Partai NasDem sudah mengambil langkah zigzag dengan berkunjung ke partai politik di luar koalisi. Safari itu berbuntut saling sindir di internal koalisi, termasuk antara Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh sendiri.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto menilai sikap saling berbalas pantun itu menunjukkan adanya perang urat syaraf di internal koalisi Jokowi. Dia menilai manuver NasDem itu buntut dari kekecewaan mereka ihwal pembentukan kabinet Jokowi-Ma'ruf yang ujungnya melibatkan Partai Gerindra.
"NasDem itu kan tampak sekali di beberapa pernyataan tidak terlampau happy dengan masuknya Gerindra ke koalisi," kata Gun Gun kepada Tempo, Ahad, 10 November 2019.
Gun Gun mengatakan kekecewaan itu terlihat dari manuver-manuver Surya Paloh dengan menemui Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman. Surya Paloh juga mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di hari yang sama dengan pertemuan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
"Ini menjadi semacam psychological war baik ke PDIP maupun ke Pak Jokowi," kata Gun Gun.
Momen saling sindir itu memang tampak terjadi antara Jokowi, Surya Paloh, dan PDIP. Dalam pidatonya di perayaan HUT Golkar ke-55 Rabu malam, 6 November 2019, Jokowi menyinggung momen berangkulan Surya dan Sohibul saat pertemuan.
"Saya tidak tahu maknanya tapi rangkulannya tidak biasa. Tidak pernah saya dirangkul seperti itu," kata Jokowi.
Ditemui seusai acara, Surya mengatakan ucapan Jokowi itu dianggapnya guyonan saja. Namun dalam pidato pembukaan di Kongres Nasdem pada Jumat malam, 8 November, Surya menyinggung pihak-pihak yang mencurigai pertemuannya antarelite politik.
"Tingkat diskursus politik yang paling picisan di negeri ini, hubungan, rangkulan, tali silaturahmi, dimaknai dengan berbagai macam tafsir dan kecurigaan," kata Surya. "Sehingga ketika kita berkunjung pun ke kawan, mengundang kecurigaan. Ini bangsa model apa seperti ini?"
Surya juga menyinggung partai-partai yang mengaku Pancasilais, tetapi sinis. "Kalau partai yang masih mengundang cynical propaganda yang kosong, mengajak berkelahi satu sama yang lainnya, ah yang pasti itu bukan Pancasilais itu," kata bekas politikus Golkar ini.
Surya serta sejumlah politikus NasDem membantah ucapan itu ditujukan kepada PDIP. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto pun mengatakan, partainya tidak merasa tersindir dengan ucapan Surya itu.
"Pancasilais tidaknya suatu partai diukur dari konsistensi sikap, satunya kata dan perbuatan, dan dari keputusan politiknya," kata Hasto lewat keterangan tertulis, Ahad, 10 November 2019.
Selain karena kecewa dengan kabinet, manuver NasDem juga ditengarai sebagai ancang-ancang menuju kontestasi politik yang akan datang. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai NasDem sedang membangun jembatan politik jangka pendek dan panjang.
Jangka pendeknya adalah Pilkada 2020, sedangkan jangka panjangnya Pilpres 2024. Sejumlah pihak pun menilai NasDem mengincar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk diusung menjadi calon presiden.
Ketua DPP Partai NasDem Zulfan Lindan membantah partainya tak puas dengan hasil pembagian kabinet. Menurut dia, NasDem sudah mendapatkan posisi strategis di kabinet Jokowi saat ini, yakni Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Zulfan mengakui partainya membuka peluang mencalonkan Anies dalam Pilpres 2024. Namun dia menegaskan bukan cuma Anies yang digadang-gadang. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga masuk dalam radar NasDem.
"Empat gubernur potensial inilah yang harus kita usung," kata dia.