TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah kegaduhan anggaran janggal APBD DKI, dua pejabat Gubernur DKI Anies Baswedan mendadak mengundurkan diri secara bersamaan. Dua pejabat itu adalah Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Edy Junaedi dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sri Mahendra.
Diduga pengunduran diri dua pejabat ini terkait dengan terungkapnya sejumlah anggaran dengan nilai fantastis saat pembahasan rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020. Dinas Pendidikan, misalnya, mengajukan angggaran pengadaan lem Aibon Rp 82,8 miliar dan ballpoint Rp 123 miliar. Sedangkan Dinas Pariwisata mengusulkan anggaran Rp 5 miliar untuk menyewa influencer media sosial asing untuk promosi wisata Jakarta.
Belakangan anggaran influencer itu dicoret karena dianggap sebagai pemborosan. Begitu pula anggaran ballpoint Rp 123 miliar direvisi oleh Sudin Pendidikan Jakarta Timur menjadi Rp 18 miliar. Itu pun untuk pengadaan alat tulis dan kantor, bukan lagi ballpoint saja.
Mundurnya Kepala Bappeda DKI disampaikan oleh Anies Baswedan dalam konferensi pers di Balai Kota, Jumat siang. Anies mengaku terkejut atas keputusan Mahendra, namun menerima pengunduran diri itu. “Ini adalah sikap yang perlu dihormati ketika memilih untuk memberikan kesempatan kepada yang lain,” kata Anies.
Mahendra, yang juga hadir dalam konferensi pers itu, menyampaikan alasan mundur karena pemerintah membutuhkan perbaikan kinerja. "Seperti diketahui situasi kondisi saat ini yang tentunya membutuhkan kinerja pemerintah yang lebih baik, saya mengajukan pengunduran diri supaya akselerasi Bappeda akan lebih ditingkatkan. Makasih," katanya.
Setelah mundur, Mahendra bakal menjadi widyaiswara, yaitu PNS yang bertugas mendidik, mengajar, dan melatih PNS pada lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah. Posisi yang ditinggalkannya, untuk sementara dipegang Deputi Gubernur Bidang Pengendalian Kependudukan dan Permukiman Suharti. "Posisi kepala Bappeda akan diumumkan segera, setelah ada seleksi terbuka,” kata Anies.
Berbeda dengan Mahendra yang menyampaikan sendiri pengunduran dirinya, Kepala Dinas Pariwisata Edy Junaedi tak hadir dalam konferensi pers itu. Gubernur Anies bahkan mengaku belum bertemu sehingga tidak mengetahui alasan pengunduran diri Edy.
“Beliau hanya menyerahkan surat pengunduran diri dan belum ada informasi lebih jauh,” ujar dia.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah DKI Chaidir menyanggah jika pengunduran diri Edy dianggap berkaitan dengan anggaran untuk influencer luar negeri senilai Rp 5 miliar yang sempat disorot publik. "Tidaklah, tidak ada kaitan ke situ," ujar dia.
Menurut Chaidir, Edy mengundurkan diri atas permintaannya sendiri pada 31 Oktober 2019. Edy meminta agar ditempatkan sebagai staf di salah satu anjungan di Taman Mini Indonesia Indah.
Karir Edy sebenarnya sangat moncer. Lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Universitas Padjajaran ini adalah eselon II termuda di pemerintah DKI Jakarta pada usia 39 tahun.
Di bawah kepemimpinannya, Dinas Penanaman Modal mengeluarkan pelbagai terobosan inovasi, seperti membangun Mal Pelayanan Publik yang pertama di Indonesia, inovasi SIUP TDP Online, AJIB (Antar-Jemput Izin Bermotor), IMB 3.0, JakEvo, hingga Jakarta Investment Centre, jasa Arsitek Gratis, dan SIUP untuk warga Ibu Kota.
Sebelumnya, Edy adalah Camat Kepulauan Seribu Utara sejak 2008-2011. Saat menjadi camat, ia meraih predikat camat berprestasi ke-1 Anugerah Gubernur Provinsi DKI Jakarta Karya Praja Utama Nugraha tahun 2010.
Edy kemudian menjabat Kepala Bidang Informatika dan Pengendalian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pada 2011-2014. Ketika memegang jabatan itu, ia pernah bekerja sama dengan World Bank dan AIFDR membuat Peta Banjir Jakarta dan meraih Gold Medal pada Kompetisi Tahunan di Washington DC pada 2013.
Meski dua pejabatnya mundur di tengah pembahasan plafon anggaran DKI 2020, Anies optimistis pembahasan APBD DKI bersama DPRD tidak akan terpengaruh. “Insya Allah tidak. Nanti kan ada plt-nya (pelaksana tugas),” tuturnya.
Berbeda dengan Anies Baswedan, anggota Badan Anggaran DPRD DKI Gembong Warsono khawatir dengan pejabat DKI mundur mendadak. Dia ragu pejabat sementara tidak menguasai perencanaan penganggaran daerah yang kini tengah dibahas. “Karena plt kan tidak ikut merancang anggarannya dari awal,” katanya.
IMAM HAMDI | GANGSAR PARIKESIT