TEMPO.CO, Jakarta - Kematian teroris paling diburu di dunia, pemimpin ISIS Abu Bakr al Baghdadi, menjadi titik baru dalam pemberantasan terorisme global.
Kematian Abu Bakar al-Baghdadi dalam serangan pasukan Amerika Serikat yang diumumkan pada Minggu oleh Presiden Trump, merupakan pukulan signifikan bagi kelompok teroris paling menakutkan di dunia. Tetapi analis mengatakan kematiannya tidak mungkin membekukan upaya gerilyawan dan simpatisan ISIS di seluruh dunia.
Di bawah al Baghdadi, ISIS berjalan secara mandiri. Sementara ia menuntut kesetiaan dan membangun kultus kepribadian di sekitar dirinya, dengan pengikut menganggapnya pemimpin Muslim di seluruh dunia. Al Baghdadi terobsesi dengan keamanan dan diketahui telah memberikan keleluasaan kepada bawahan untuk bertindak secara mandiri. Banyak referensi dalam propaganda ISIS menawarkan pengingat bahwa para pemimpinnya mungkin datang dan pergi, tetapi gerakan tetap.
Lagipula, pendiri ISIS dan dua penerusnya terbunuh sebelum al Baghdadi menjadi pemimpinnya dan memperluas kekuasaan kelompok di Timur Tengah dan sekitarnya.
Menurut laporan New York Times, 29 Oktober 2019, sehari setelah serangan Amerika terhadap Abu Bakr al Baghdadi, serangan terpisah menewaskan orang yang dianggap sebagai penggantinya, menurut pemimpin milisi Kurdi Suriah dan seorang aktivis Suriah.
Lokasi penyerangan pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi yang hancur akibat serangan militer AS di Suriah, 27 Oktober 2019. Dikutip dari CNN, 28 Oktober 2019. Operasi khusus dimulai pada Sabtu pukul 5 sore ketika delapan helikopter membawa pasukan elit AS, termasuk Delta Force. REUTERS
Juru bicara yang dikenal sebagai penggantinya, Abu Hassan al-Muhajir, sedang diselundupkan melintasi Suriah utara di belakang sebuah truk tangki minyak ketika dihantam oleh apa yang menurut saksi mata sebagai serangan udara Amerika, menurut Hussein Nasser, seorang aktivis yang mengatakan dia telah berbicara kepada orang-orang di tempat kejadian.
Mazlum Abdi, kepala milisi yang dipimpin Kurdi yang memerangi ISIS bersama Amerika Serikat, menulis di Twitter bahwa al Muhajir telah tewas pada hari Minggu dalam sebuah operasi yang dikoordinasikan antara pasukannya dan Amerika Serikat.
Para pejabat Amerika tidak dapat segera mengkonfirmasi laporan bahwa al Muhajir telah terbunuh.
Juru bicara ISIS itu pernah mengeluarkan pernyataan terakhirnya pada bulan Maret, menyerukan pembalasan atas pembunuhan 50 Muslim di Selandia Baru oleh seorang supremasi kulit putih.
Sementara para tawanan dan dokumen-dokumen yang diambil dari kompleks al Baghdadi selama dua jam pencarian di daerah tersebut, dapat memberikan banyak informasi untuk badan-badan militer dan intelijen, kata pejabat dan mantan pejabat.
Para pejabat mengatakan intelijen diperkirakan akan menggarisbawahi penilaian bahwa al Baghdadi tidak lagi melakukan kontrol operasional langsung atas kelompok tersebut. Pejabat memperingatkan bahwa Pentagon, CIA dan badan intelijen lainnya masih melakukan peninjauan awal terhadap dokumen dan catatan elektronik yang disita.
Sementara CNN melaporkan, kandidat pemimpin ISIS lain juga tewas saat penyerang al Baghdadi.
Pada tahap awal ini tidak jelas siapa yang akan menggantikannya, tetapi seorang sahabat lama Baghdadi dan cendekiawan agama tampaknya menjadi kandidat utama.
Dia dikenal di kalangan jihad sebagai Abdallah Qardash, tetapi pemerintah AS mengidentifikasikannya sebagai Amir Muhammad Sa'id Abdal-Rahman al-Mawla dan diperkirakan telah mengenal Baghdadi selama setidaknya 15 tahun. Mereka berdua ditahan di penjara yang dikelola AS yang dikenal sebagai Camp Bucca segera setelah invasi koalisi ke Irak pada tahun 2003, meskipun tidak jelas apakah di situlah mereka pertama kali bertemu.
Menurut Departemen Luar Negeri, dia membantu mendorong dan membenarkan penculikan, pembantaian, dan perdagangan minoritas agama Yazidi di Irak barat laut.
Sel jaringan ISIS beroperasi tanpa al Baghdadi