Rencana Jokowi memberikan hak veto kepada para menko ditanggapi dingin oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin. Ia menilai ada motif politik di balik kebijakan itu. "Bisa saja ini motif kalau Presiden cuci tangan kalau ada hal yang salah tak mau disalahkan. Sepertinya arahnya ke situ," kata Ujang saat dihubungi Tempo, Sabtu, 26 Oktober 2019.
Ujang menuturkan, tugas para menko sifatnya koordinatif dan tak seharusnya diberikan hak veto. Sebab, menteri-menteri dalam koordinasi memiliki kebijakan yang sama dengan semua menteri, termasuk dengan menko. Sehingga, para menteri bisa langsung ke presiden, bukan kepada menko.
Kebijakan lepas tangan, kata akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini juga pernah dilakukan Jokowi saat membubarkan kelompok Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI. "Seolah-olah yang disalahkan Menko Polhukam, bukan Presiden. Ini akan lebih dikeraskan lagi," kata dia.
Selain itu, Ujang juga melihat karena Jokowi sudah tidak bisa mencalonkan di pemilihan presiden mendatang, maka menteri koordinator yang menjadi tameng menghadapi kemarahan masyarakat atas kebijakan pemerintah. Misalnya, tentang masyarakat ingin Perpu KPK, yang hingga hari ini belum dikeluarkan. “Ada indikasi tidak dikeluarkan. Kalau masyarakat marah, yang jadi tameng Menko Polhukamnya. Ini sepertinya arahnya ke situ."