Presiden Direktur PT Visionet Indonesia alias Ovo Karaniya Dharmasaputra mengatakan label unicorn yang diraih perusahaannya adalah hasil dari terbangunnya ekosistem keuangan digital di Indonesia. "Kami bisa tumbuh kayak sekarang enggak mungkin tanpa dukungan pemerintah, apalagi kami difintechyang highly regulated. Karena itu ekosistem menjadi penting," ujar Karaniya beberapa waktu lalu.
Potensi ekonomi yang besar dari startup—terutama unicorn—ini tentunya harus dimanfaatkan dengan baik agar dapat memberikan multiplier effectpada perekonomian nasional. Pemerintah pun sadar betul akan hal ini sehingga terus berupaya meningkatkan kualitas startup. Salah satunya, dengan menggelar program 1.000 startup, kawah candradimuka bagi perusahaan rintisan agar mampu melewati proses inkubasi, akselerasi hingga menjadi startup yang kuat.
Akan tetapi, harapan besar yang digantungkan pada bisnis rintisan tidak bisa terpenuhi dengan mudah begitu saja. Data menunjukkan, sekitar 95 persen startup atau perusahaan rintisan di dunia gagal mencapai kesuksesan atau sekadar meningkatkan valuasinya.
Menyikapi fakta ini, Rudiantara berdalih, mayoritas perusahaan rintisan itu tersungkur karena keliru memvalidasi pasar. “Kebanyakan karena market validation (validasi pasar). Orang enggak dihitung pasarnya berapa besar, lalu enggak dites seberapa cocok pasarnya. Kebanyakan failed (gagal) di situ,” ujar Rudiantara saat ditemui di Hotel Hermitage, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Oktober 2019.
Persoalan lainnya yang membuat perusahaan rintisan gagal berkembang ialah benturan aturan. Rudiantara memandang, saat ini aturan mendirikan entitas berbentuk rintisan belum luwes.
Ranah peraturan pendirian usaha digital sendiri ada di Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf. Menukil Panduan Pendirian Usaha Pengembangan Aplikasi Digital yang diterbitkan Bekraf, setidaknya ada enam persyaratan yang mesti dipenuhi bila orang atau kelompok orang ingin memperoleh legalisasi usaha aplikasi.
Pertama, mesti memiliki surat keterangan domisili atau SKDU yang dikeluarkan oleh kantor kelurahan atau kecamatan tempat usaha didirikan. Kedua, entitas wajib memiliki Nomor Wajib Pajak atau NPWB yang diterbitkan oleh kantor pelayanan pajak atau kantor pengamatan potensi perpajakan.
Ketiga, pelaku usaha harus mengantongi izin usaha mikro kecil dari perangkat pemerintah daerah. Keempat, perusahaan mesti memiliki nomor tanda daftar perusahaan atau TDP. Bentuk perusahaan bisa berupa badan usaha, koperasi, firma, atau perseroan terbatas.
Kelima, perusahaan mesti mengantongi izin keterangan gangguan yang menyatakan bahwa keberadaan perusahaan itu tidak mengganggu lingkungan sekitar. Izin ini bakal diterbitkan oleh pemerintah kabupaten atau kota. Kemudian, keenam, perusahaan mesti mengantongi surat izin usaha perdagangan atau SIUP.