Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kematian Maulana Suryadi: Keraguan Keluarga dan Klaim Polisi

Reporter

image-gnews
Suasana demonstrasi pelajar yang berujung ricuh di belakang gedung DPR, Jakarta, 25 September 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Suasana demonstrasi pelajar yang berujung ricuh di belakang gedung DPR, Jakarta, 25 September 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Maspupah, 53 tahun, masih mengingat saat terakhir bertemu dengan putranya, Maulana Suryadi, 23 tahun yang tewas saat kerusuhan dalam demonstrasi pelajar, Rabu, 25 September lalu. Sebelum berangkat ke lokasi demo, ia menyebut Maulana sempat minta maaf dan mencium tangannya.

"Terus cium tangan. Maafin Yadi ya bu, cium tangan lagi," kata Maspupah di Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.

Dengan nada pilu, Maspupah menyebutkan Yadi juga sempat memijat badan dirinya seraya terus meminta maaf dan mencium tangan.

Maulana Suryadi adalah salah satu korban tewas dalam kerusuhan demonstrasi pelajar pada Rabu, 25 September lalu. Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menyebut satu orang yang tewas dalam demo saat itu merupakan salah satu perusuh yang bukan pelajar maupun mahasiswa. Ia disebut meninggal karena sesak nafas akibat gas air mata.

Informasi itu pula yang diterima Maspupah dari polisi. Namun ia meragukan penyebab kematian itu meski ia mengakui Maulana memiliki riwayat penyakit asma. Sebab, jenazah anaknya terus mengeluarkan darah dari hidung dan telinganya.

“Kata polisi, mungkin dia meninggal karena asma akibat menghirup gas air mata. Enggak mungkin, saya enggak percaya,” kata perempuan berusia 53 tahun itu.

Maspupah mengatakan saat menengok di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur pada Kamis, 26 September lalu, ia mendapati wajah anaknya bengkak. Tak hanya itu, ia sempat melihat darah keluar dari telinga anaknya.

Sesampainya di rumah duka di daerah Jalan Tanah Rendah 3, Tanah Abang, pada Jumat dini hari, darah itu masih mengalir. Bahkan ia harus beberapa kali mengganti kapas yang disumpalkan ke hidung dan telinga jasad Maulana untuk menahan darah yang terus mengucur.

Kondisi jenazah Maulana Suryadi, 23 tahun, yang terus mengeluarkan darah di bagian hidung dan telinganya, saat dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan, pada Jumat, 27 September 2019. Dok: Keluarga

Bahkan, saat hendak dikuburkan, darah tersebut tak berhenti keluar. Maspupah memperlihatkan foto pemakaman Maulana. Di bagian kain kafan yang menutupi wajah terdapat bercak darah yang cukup banyak. Seperti Maspupah, kakak tiri Maulana, Bayu juga menyebutkan di sekujur badan Maulana terdapat luka lebam seperti habis dianiaya.

Meski begitu, polisi menegaskan bahwa Maulana tewas karena sesak nafas dan tak ada penganiayaan. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono menyatakan pihak keluarga melihat sendiri kondisi jenazah Maulana. Ia juga mengatakan Maspupah menolak jenazah Maulana diotopsi.

Selain itu, menurut Argo, ada pernyataan di atas kertas bermaterai yang ditandatangani Maspupah soal penyebab kematian Maulana. “Karena memang anaknya (Maulana) mempunyai riwayat sesak napas. Ada pernyataan di atas materai 6000,” ujar Argo melalui pesan pendek, Kamis 3 Oktober 2019.

Mengenai surat itu, Maspupah mengakui putrinya memang diminta membuat surat pernyataan kalau Maulana meninggal karena asma dan ditandatanganinya. "Tapi saya tidak ingat isinya seperti apa karena saat itu saya sangat panik dan kaget," ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam berpendapat penyebab sesak napas Maulana Suryadi harus dipastikan. Sebab, sesak napas berujung pendarahan bisa disebabkan banyak hal. "Jadi tergantung apa penyebab, kenapa dia sesak napas," ujarnya.

Dia menyatakan sesak nafas yang berujung pendarahan bisa terjadi karena korban mengalami trauma dada. Misalnya dada terbentur dan menimbulkan pendarahan di dalam rongga dada sehingga korban sesak napas.

Kedua, korban menderita radang paru-paru atau pneumonia. Menurut dokter yang mendalami ilmu penyakit dalam ini, pneumonia bisa menyebabkan gangguan pada pendarahan.

Ari pun menyarankan agar jenazah Maulana diautopsi. "Iya (penyebabnya) harus dipastikan. Sebenarnya, kalau mau diautopsi baru tau jawabannya," ujarnya.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) juga menyarankan hal serupa. Apalagi, anggota Kontras, Rivanlee Anandar mengatakan polisi diduga tak pernah menawarkan untuk autopsi kepada keluarga. "Kami menduga keluarga tidak ditawarkan autopsi oleh polisi, karena sama saat kerusuhan 22 Mei lalu KontraS menerima laporan dari keluarga korban saat itu tidak ditawari autopsi oleh polisi," ujarnya, Jumat lalu.

Keterangan tersebut, kata Rivan, berdasarkan pengakuan pihak keluarga saat ditemui Kontras beberapa waktu lalu. "Itu pengakuan keluarga," ujarnya.

Rivan menyebutkan, saat menjemput jenazah pihak keluarga hanya diberikan surat keterangan kematian oleh polisi. Surat itu menyatakan Maulana meninggal akibat sesak napas.

Maspupah, 53 tahun, orang tua Maulana Suryadi, saat ditemui di Pasar Tanah Abang, Jalan Jatibaru 15, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Oktober 2019. Maulana adalah korban tewas dari bentrokan yang terjadi usai demonstrasi pelajar STM di DPR RI pada 25 September 2019. Tempo/Adam Prireza.

KontraS pun menyatakan siap mendampingi keluarga Maulana untuk membawa masalah ini ke jalur hukum. Namun, menurut Rivan, pihak keluarga belum menyatakan siap membawa masalah ini ke jalur hukum. "Keluarga ingin tahu penyebab pasti kematian Maulana," ujarnya.

Sampai saat ini, keluarga Maulana Suryadi masih bertanya-tanya mengenai penyebab kematian si putra sulung. Apalagi dari keterangan sahabat Maulana, Aldo yang juga berada di lokasi kerusuhan, mereka tidak terlibat kerusuhan melainkan hanya ingin melihat demo. Namun keluarga belum memutuskan untuk meneruskan kasus ini ke jalur hukum.

Catatan koreksi : Paragraf 17 dalam tulisan ini dikoreksi setelah ada perbaikan pernyataan dari narasumber. Terima kasih.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Dugaan Kekerasan Lutfi Alfiandi, 5 Polisi Polres Jakbar Diperiksa

28 Januari 2020

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Dugaan Kekerasan Lutfi Alfiandi, 5 Polisi Polres Jakbar Diperiksa

Dalam persidangan pada 20 Januari lalu, Lutfi Alfiandi menceritakan telah mendapat kekerasan dari polisi saat diproses hukum.


Lutfi Alfiandi Mengaku Disetrum, Polda Anjurkan Lapor ke Propam

22 Januari 2020

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Lutfi Alfiandi Mengaku Disetrum, Polda Anjurkan Lapor ke Propam

Soal pernyatan Lutfi Alfiandi yang mengaku disiksa dengan cara disetrum saat diperiksa, Kabid Humas Polda Metro Jay menyarankan untuk lapor ke Propam.


Polisi Bantah Aniaya Demonstran Lutfi Alfiandi

21 Januari 2020

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Polisi Bantah Aniaya Demonstran Lutfi Alfiandi

Polisi membantah telah menganiaya Lutfi Alfiandi saat demonstrasi pelajar pada 30 September 2019.


Cerita Pembawa Bendera Diciduk Polisi Justru Usai Ikuti Imbauan

21 Januari 2020

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Cerita Pembawa Bendera Diciduk Polisi Justru Usai Ikuti Imbauan

Pembawa bendera Merah Putih saat demonstrasi para 30 September 2019, Dede Lutfi Alfiandi menjelaskan kronologi penangkapannya.


Sidang Pemuda Pembawa Bendera, Lutfi Sebut Soal Seragam Abu-abu

20 Januari 2020

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Sidang Pemuda Pembawa Bendera, Lutfi Sebut Soal Seragam Abu-abu

Pembawa bendera Merah Putih saat unjuk rasa 30 September 2019, Dede Lutfi Alfiandi mengaku biasa kenakan baju putih dan abu-abu.


Jaksa Sebut Pemuda Bawa Bendera Saat Demo STM Sengaja Menyamar

13 Desember 2019

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi (tengah) saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Jaksa Sebut Pemuda Bawa Bendera Saat Demo STM Sengaja Menyamar

Luthfi sebelumnya sempat viral lantaran terfoto mengenakan pakaian seragam sekolah dan dikenal sebagai pemuda bawa bendera merah putih.


Sudah P21, Pendemo Pemegang Bendera Viral Siap Disidangkan

27 November 2019

Sejumlah pedagang berjualan di tengah-tengah massa mahasiswa saat BEM SI berdemo di sekitar Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2019.  Demo mahasiswa BEM SI membawa empat tuntutan yang mereka sebut sebagai #TuntaskanReformasi. TEMPO/Subekti.
Sudah P21, Pendemo Pemegang Bendera Viral Siap Disidangkan

Foto Luthfi sedang membawa bendera merah putih sambil menutupi mata dari kepungan gas air mata sempat viral di media sosial.


Pelajar Ikut Demonstrasi, Bupati Bogor Keluarkan Ancaman.

18 Oktober 2019

Suasana demonstrasi pelajar yang berujung ricuh di belakang gedung DPR, Jakarta, 25 September 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pelajar Ikut Demonstrasi, Bupati Bogor Keluarkan Ancaman.

Bupati Bogor mengancam akan menuntut guru dan orang tua yang anaknya ikut dalam aksi demonstrasi di Jakarta.


Simak Saran Ibu Faisal Amir Kepada Keluarga Akbar Alamsyah

12 Oktober 2019

Ratu Agung, ibu dari Faisal Amir, mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia, melaporkan dugaan penganiayaan terhadap anaknya ke Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2019. M Rosseno Aji
Simak Saran Ibu Faisal Amir Kepada Keluarga Akbar Alamsyah

Namanya rakyat kecil yang bisa nolong Allah, kata ibu Faisal Amir.


Misteri Dinihari Sebelum Akbar Alamsyah Kritis di 3 Rumah Sakit

12 Oktober 2019

Suasana kericuhan  aksi unjuk rasa di perempatan Slipi, Jakarta, Senin, 30 September 2019. Tempo/Egi Adyatama
Misteri Dinihari Sebelum Akbar Alamsyah Kritis di 3 Rumah Sakit

Polisi didesak mengungkap penyebab kematian Akbar Alamsyah secara terbuka.