Dia mengatakan ada mekanisme uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi untuk mengevaluasi undang-undang yang sudah disahkan. "Judicial review di sana (MK), bukan dengan perpu. Clear. Kalau begitu (perpu) gimana? Ya mohon maaf Presiden enggak menghormati kita dong," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 27 September 2019.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga meminta Presiden tak terburu-buru menerbitkan Perpu KPK. Dia mengatakan UU KPK itu seharusnya dilaksanakan terlebih dulu, baru dievalusi dan diubah jika efeknya negatif.
Hasto mengatakan bahwa pada awalnya Presiden Jokowi dan seluruh partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat sudah satu suara merevisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002 itu. "Mengubah undang-undang dengan perpu sebelum undang-undang itu dijalankan adalah sikap yang kurang tepat," kata kata Hasto lewat keterangan tertulis, Sabtu, 28 September 2019.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno memprediksi DPR akan terbelah menyikapi Perpu KPK. Dia menilai ada beberapa fraksi yang memberi sinyal mendukung Jokowi menerbitkan perpu, di antaranya Gerindra dan Nasdem.
Nasdem menyatakan mengikuti arahan Presiden. “Gerindra juga bicara katanya mereka awalnya menolak. Itu artinya ada angin surga yang berembus dari DPR bahwa mereka tidak total menolak," kata Adi kepada Tempo, Senin, 30 September 2019.
Adi menuturkan, penting bagi Jokowi untuk melobi PDIP sendiri agar melunak. Sebab bagaimana pun partai banteng adalah partai Jokowi sendiri dan pemenang pemilihan legislatif 2019.
Jika mentok, Adi memperkirakan PDIP belum tentu juga dapat menggalang semua fraksi menolak Perpu KPK. Menurut dia, tidak solidnya kalangan internal partai koalisi Jokowi, di antaranya tampak dalam lewat polemik pertemuan Teuku Umar dan Gondangdia beberapa waktu lalu. "Itu menunjukkan partai-partai di internal koalisi terbelah, tidak semuanya bisa digalang."