Di samping itu, ia melihat Lembaga Pemeriksa Halal yang jumlahnya masih terbatas. Saat ini LPH yang sudah siap adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia alias LPPOM MUI. Meski, belum semua LPH tercatat memiliki laboratorium.
Berikutnya, jumlah auditor halal yang tersedia di Indonesia pun dinilai belum cukup banyak untuk mencakupi kebutuhan sertifikasi di Tanah Air. "Kementerian Agama harus membuat pusat penelitian halal di perguruan tinggi, sekarang sudah ada 50 perguruan tinggi yang bekerja sama tapi belum produksi auditor," tutur Ahmad. Ombudsman juga menyoroti tarif sertifikasi yang hingga kini belum keluar. Padahal pemberlakuannya sudah tak lama lagi.
Atas sorotan Ombudsman tersebut, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Lukmanul Hakim mengatakan lembaganya sudah siap mendukung kebijakan sertifikasi halal tersebut. Pasalnya lembaganya sudah 30 tahun menjalankan sertifikasi halal. Namun, Lukman yang juga menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat sepakat aturan tersebut jangan sampai memberatkan UMKM.
Soal biaya, LPPOM MUI menyatakan masih menunggu peraturan dari pemerintah. Sebelum ada aturan baru, biaya sertifikasi di MUI, kata Luman, adalah sebesar Rp 2,5 juta untuk satu perusahaan. Adapun berdasakan Key Performance Index, Lukmanul mengatakan sertifikasi halal MUI saat ini bisa keluar dalam 43 hari kalender atau sekitar 35 hari kerja.
Sejauh ini, Lukman melihat belum banyak UMKM yang telah mengantongi sertifikasi halal. Jumlahnya baru sekitar 20 persen dari total perusahaan yang sudah disertifikasi halal. Menyitir halalmui.org, ada 11.249 perusahaan yang sudah tersertifikasi halal pada 2018.
Wakil Direktur LPPOM MUI Osmena Gunawan mengatakan nantinya harus ada LPH lain selain lembaganya untuk mendukung kebijakan sertifikasi halal tersebut. Pasalnya, saat ini pun lembaganya baru didukung oleh 1.500 auditor. "Itu pun bukan full time, kalau dibutuhkan baru, sebagian besar punya pekerjaan tetap di luar, jadi tentu bisa kurang."
Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikat Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Matsuki mengatakan Peraturan Menteri Agama yang mengatur soal jaminan produk halal tersebut masih dikonsolidasikan dengan sejumlah kementerian dan lembaga, khususnya bersama MUI dan LPPOM MUI. Bersama BPJPH, dua lembaga tersebut adalah pemain kunci dari pelaksanaan aturan tersebut.
Permohonan sertifikasi halal itu nantinya dimulai dengan pendaftaran ke BPJPH. Setelah itu, proses akan dikirimkan ke Lembaga Pemeriksa Halal untuk dicek kehalalan produknya. Hasil dari LPH akan diverifikasi BPJPH dan dikirimkan ke Majelis Ulama Indonesia untuk ditetapkan melalui sidang fatwa halal. Terakhir, hasil sidang akan kembali kepada BPJPH untuk penerbitan sertifikasi halal.
"Skemanya kami harus pikirkan UKM di daerah, enggak mungkin harus ke pusat, saat konsultasi nanti pelaksanaan bisa di daerah Kantor Wilayah Kementerian Agama di provinsi, kami sudah punya pelayanan terpadu satu pintu," kata Matsuki. Dokumen yang diterima BPJPH pertama kali adalah dokumen elementer seperti profil perusahaan dan produk yang akan disertifikasi. Sementara, soal bahan-bahan akan diperiksa di LPH. Proses sertifikasi direncanakan paling lama 62 hari.