TEMPO.CO, Jakarta - "Serius tuh? Aku belum pernah dengar," ucap Bejo Ropii terkaget-kaget saat mendapat berita bahwa pemerintah bakal mewajibkan sertifikasi halal bagi produk serta jasa sektor makanan dan minuman mulai 17 Oktober 2019.
Pengusaha katering makanan sehat harian yang berbasis di daerah Cisitu, Kota Bandung, itu merasa belum ada sosialisasi dari pemerintah ihwal pemberlakuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 soal Jaminan Produk halal tersebut. Padahal kewajiban sertifikasi halal mulai diterapkan tiga pekan lagi.
Bejo, yang terjun di bisnis kuliner kurang dari satu tahun terakhir itu, memang belum sempat mengurus sertifikasi halal untuk produk-produk kulinernya. Pasalnya, meski pelanggannya belum begitu banyak, hanya di kisaran tujuh hingga tujuh belas orang, pria berusia 26 tahun ini sudah merasa kewalahan.
Maklum saja, ia merintis usaha hampir semua proses bisnis dari katering bermerk Lokal.io itu digarap sendiri. Bejo mulai meluncur ke Pasar Sederhana untuk berbelanja pada subuh sekitar Pukul 04.00 WIB. Setelah itu ia memasak hingga mengepak sendiri.
Terkadang alumnus Jurusan Biologi Institut Teknologi Bandung itu mendapat bantuan harian dari temannya untuk proses tersebut. Sementara untuk pengantaran, ia menggandeng rekanan.
Menu katering yang ditawarkan Bejo berganti-ganti setiap harinya. Paket tersebut terdiri atas karbohidrat, protein hewani, protein nabati, vitamin, mineral, dan serat, serta jus. Menjajakan panganan sehat lengkap seharga Rp 200 ribu untuk lima hari, ia dapat mengantongi omzet Rp 8 juta sebulan.
Adapun modal yang dikeluarkan adalah Rp 100 ribu per hari untuk bahan makanan, Rp 35 ribu per hari untuk pengantaran, dan Rp 30 ribu per hari untuk upah kepada rekannya yang membantu.
Apabila aturan anyar berlaku, Bejo mesti merogoh kantongnya lebih dalam guna bisa memperoleh sertifikat halal untuk produk-produknya. "Dulu pernah kepikiran kalau jualan nanti pengen disertifikasi, supaya orang ngerasa aman dan ada jaminan halal. Tapi ya dulu baru sebatas kayak gagasan, belum sempat baca-baca juga," kata Bejo kala berbincang dengan Tempo, Rabu malam, 25 September 2019.
Baca Juga:
Pemberlakuan wajib sertifikasi halal adalah konsekuensi dari terbitnya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 soal Jaminan Produk Halal, lima tahun silam. Beleid itu kemudian diwujudkan kembali melalui Peraturan Pemerintah, dan untuk teknisnya akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama yang hingga kini belum terbit.
Kewajiban sertifikasi halal menjadi salah satu sorotan dalam perkembangan usaha mikro dan kecil. "Belakangan isunya sudah kencang di kalangan UMKM," ujar Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), M Ikhsan Ingratubun. Pengusaha mikro dan kecil menaruh perhatian kepada aturan ini lantaran selama ini belum banyak dari mereka yang mengantongi sertifikat halal.
Walau demikian, ia mengatakan pemerintah masih kurang melakukan sosialisasi soal penerapan kebijakan tersebut. Hingga kini, Ikhsan mengaku belum mengetahui bagaimana skema pengajuan sertifikasi halal yang baru, berikut dengan estimasi waktu proses dan harganya. "Ini belum ada komunikasi."