Penundaan ini mengundang kontroversi. Lawan-lawan Johnson mengklaim bahwa dia menutup Parlemen untuk meredam debat, dan membiarkan waktu berjalan atas Brexit.
Ketua parlemen John Bercow mengatakan "sangat jelas" Johnson berusaha membatasi debat mengenai Brexit dengan langkah tersebut.
"Mematikan Parlemen akan menjadi pelanggaran terhadap proses demokrasi dan hak-hak anggota Parlemen sebagai wakil rakyat yang terpilih," kata Bercow, dikutip CNN.
Johnson berulang kali bersikeras bahwa ia akan mengizinkan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan pada 31 Oktober. tetapi mayoritas anggota parlemen menentang gagasan itu, dan telah berupaya untuk memblokirnya. Sejumlah upaya hukum untuk membatalkan penundaan parlemen telah gagal.
Lalu kenapa Johnson menginginkan pemilu dini? Sederhana. Wewenang Johnson terkekang oleh Parlemen yang menentang Brexit, dan sekarang dia bahkan tidak memiliki mayoritas di House of Commons.
Pekan lalu, Johnson mengusir 21 anggota parlemen dari Partai Konservatifnya setelah mereka mengajukan RUU untuk memblokir Brexit No Deal, sehingga dia tidak punya ruang untuk bermanuver di Parlemen.
Setidaknya Boris Johnson membutuhkan mayoritas dua pertiga suara parlemen untuk meloloskan agenda pemilu dini. Uniknya, Partai Buruh Jeremy Corbyn yang menuntut pemilu selama dua tahun terakhir, menolak pemilu dini usulan Johnson.
Corbyn berkeras bahwa Inggris seharusnya hanya menggelar pemilu setelah Brexit tanpa kesepakatan disingkirkan.
Situasi ini menempatkan Johnson di tempat yang sulit: beberapa jajak pendapat menunjukkan dia akan memenangkan pemilihan dini, tetapi jika dia tidak bisa mendapatkannya sebelum November dia akan dipaksa untuk meminta Brussels untuk perpanjangan Brexit lainnya, dengan undang-undang yang disahkan Parlemen minggu lalu dan mencapai persetujuan kerajaan pada hari Senin.
Apakah penundaan parlemen menyebabkan Brexit No Deal? Tidak dapat dipastikan. Secara teori, Brexit No Deal tidak disetujui pada 31 Oktober karena undang-undang baru.
Tetapi Johnson tidak mundur dari retorika tentang perceraian Brexit pada tanggal 31 Oktober.
Dampak Brexit No Deal
Ada alasan parlemen Inggris tidak mau bercerai Brexit tanpa kesepakatan. Jika Inggris mencapai batas waktu 31 Oktober tanpa memiliki perjanjian Brexit, maka Inggris akan meninggalkan Uni Eropa tanpa asas hukum.
Dalam sekejap, Inggris akan kehilangan aksesnya ke pasar tunggal Uni Eropa dan serikat pabean, yang memfasilitasi perdagangan antara anggota blok. Segala macam pengaturan hukum yang disepakati oleh badan-badan UE tidak akan berlaku lagi di Inggris, termasuk bagi perusahaan, badan publik dan warga negara harus berurusan dengan perubahan setelah bercerai dari Uni Eropa.
Menurut perkiraan Bank of England, Departemen Keuangan dan Kantor Penanggung Jawab Anggaran, Brexit tanpa kesepakatan bisa mendorong Inggris ke dalam resesi.
Tetapi beberapa anggota parlemen Konservatif telah mendukung Brexit tanpa kesepakatan, dengan dasar bahwa hal itu akan meningkatkan kebebasan Inggris untuk mengelola kesepakatan dagang, undang-undang dan pengaturan perbatasannya sendiri, dan mengakhiri periode ketidakpastian politik saat ini.
Sayangnya bagi Boris Johnson, dia terpaksa meminta penundaan Brexit pada bulan Oktober jika Brexit No Deal adalah satu-satunya pilihan yang tersedia.