Guru besar ilmu hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan revisi UU KPK tidak menunjukan upaya memperkuat KPK. Menurut dia, sejumlah pasal yang ada dalam draf revisi justru menghambat pemberantasan korupsi. Misalnya, pembentukan dewan pengawas yang berwenang memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Dia bilang hal itu bakal memperpanjang alur birokrasi penindakan korupsi. Apalagi dalam draf revisi UU, KPK juga harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung ketika melakukan penuntutan.
Ia juga mempersoalkan status penyelidik yang harus berasal dari kepolisian. Poin ini janggal lantaran KPK didirikan atas ketidakpercayaan terhadap institusi tersebut. “Jika penyelidik dari polisi bisa memperkuat pemberantasan korupsi, kenapa mereka tidak memperkuat insantsinya saja,” kata dia.
Dari Depok, suara penolakan serupa datang dari alumni Universitas Indonesia. Ketua Ikatan Alumni UI Andre Rahadian mengatakan proses revisi UU KPK sama sekali tidak melibatkan partisipasi publik dan tidak mewakili aspirasi masyarakat. Andre mencatat ada 8 poin bermasalah dalam draf RUU KPK yang disahkan pembahasannya oleh DPR pada 5 September lalu. Di antaranya, independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit, sumber pegawai dibatasi, dan kewenangan menangani perkara yang mendapat perhatian publik dicoret.
Andre mengatakan alumni UI menolak revisi UU KPK dan semua upaya yang melemahkan pemberantasan korupsi. Ia juga meminta Presiden Jokowi menolak revisi itu. “Sebagai sikap keberpihakan terhadap KPK dan upaya pemberantasan korupsi,” kata dia.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda menolak revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002. Mengutip Ketua Pengurus Besar NU, Ketua Tanfidziyyah PCINU Belanda M. Latif Fauzi menuturkan melawan korupsi adalah perjuangan di jalan Allah atau jihad fi sabilillah. "Dalam situasi seperti sekarang ini, perang melawan korupsi bisa dipadankan dengan jihad fi sabilillah," kata Latif dalam keterangan tertulis, Ahad, 8 SeptemberI2019.
Latif berkata pembentukan KPK pada 2002 merupakan peluang emas pada bangsa Indonesia untuk membersihkan pemerintah dari praktik korupsi. KPK, kata dia, sudah terbukti berhasil dengan menangkap 255 anggota DPR dan DPRD, serta kepala daerah dan lainnya.