TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegawai menutupi lambang Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan dengan kain hitam, Ahad, 8 September 2019. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dan ratusan pegawai lainnya menyaksikan penutupan lambang itu. Ini aksi simbolik yang dilakukan bila revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 atau revisi UU KPK disetujui.
Mereka menggambarkan pemberantasan korupsi ke depan bakal gelap jika revisi UU KPK usulan DPR itu disetujui dan dipimpin oleh calon komisioner bermasalah. "KPK akan diselimuti kegelapan ketika revisi UU KPK isinya dapat melumpuhkan KPK disetujui," kata Saut.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan ada sembilan poin perubahan yang berpotensi bikin lembaganya mandul. Dia mengatakan bila disetujui maka independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan dewan pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyidik dan penyelidik dibatasi.
Revisi, kata Agus, juga bisa menyebabkan penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara ke tahap penuntutan dipangkas kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, serta kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara turut dipangkas. “KPK di ujung tanduk.”
Indonesia Corruption Watch menyatakan pembatasan penyadapan bakal membuat KPK tak bertaji. Dalam RUU KPK Pasal 12 B diatur bahwa KPK mesti mendapatkan izin dari Dewan Pengawas untuk menyadap. Menurut ICW, aturan ini justru memperlambat penanganan tindak pidana korupsi dan bentuk intervensi penegakan hukum di KPK. “Selama ini, fakta hukum yang didapatkan KPK menjadi bukti penting untuk proses persidangan,” kata peniliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Keberadaan Dewan Pengawas juga dipersoalkan oleh Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Andalas Feri Amsari. Feri menuturkan bakal muncul konflik kepentingan dengan adanya Dewan Pengawas. Apalagi menurut draf RUU, Dewan Pengawas terdiri dari tiga orang yang dipilih DPR, dua lainnya dipilih presiden. “Akan ada banyak intervensi politik dalam setiap penanganan perkara di KPK.”