TEMPO.CO, Jakarta - Satu minggu setelah resmi dilantik, DPRD DKI Jakarta langsung berencana memasukkan biaya tenaga ahli bagi masing-masing anggota dalam APBD DKI 2020.
Tak hanya satu tenaga ahli, Ketua sementara DPRD Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan, berdasarkan penghitungan terakhir, APBD akan membiayai hingga dua tenaga ahli untuk setiap anggota Dewan. Namun Pantas tak menyebutkan berapa anggaran yang akan diajukan.
Pantas beralasan, tugas DPRD Jakarta sangat berat karena langsung berhadapan dengan kebutuhan hampir 10 juta warga Ibu Kota. “Ini dasarnya adalah kebutuhan. Jadi tak ada yang salah, sejauh keuangan daerah mampu dan semuanya bisa dipertanggungjawabkan,” kata Pantas di gedung DPRD, Kamis 5 September 2019.
Rencana pengadaan tenaga ahli DPRD ini bertujuan untuk mempercepat seluruh proses pembahasan anggaran dan aturan di DKI Jakarta. “Anggota DPRD itu bukan Superman, yang tahu tentang segalanya,” ujar Pantas.
Padahal keinginan DPRD Jakarta ini tak punya landasan hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018, anggota DPRD tak memiliki hak untuk mendapat bantuan tenaga ahli. Hanya anggota DPR RI yang bisa mempekerjakan hingga tujuh tenaga ahli.
Demikian pula menurut aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD. Tenaga ahli hanya diberikan kepada fraksi, komisi, dan alat kelengkapan DPRD lainnya. Selama ini, sejumlah anggota DPRD Jakarta memiliki tenaga ahli dengan merogoh kocek pribadi.
Meski begitu, DPRD Jakarta sudah bulat hendak mengusulkan anggaran tenaga ahli untuk setiap anggota. Semua fraksi yang terlibat dalam penyusunan Tata Tertib DPRD periode 2019-2024 sepakat meminta bantuan tenaga ahli untuk mempercepat seluruh proses kerja anggota Dewan.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Abdurrahman Suhaimi, mengatakan latar belakang pendidikan dan pengalaman anggota Dewan berbeda-beda. Hal itu menyulitkan sebagian anggota Dewan untuk membahas isu-isu spesifik, termasuk dalam penyusunan anggaran. Karena itu, perlu tenaga ahli yang mampu memblejeti anggaran secara lebih cepat.
“Kan bisa lebih detail nanti saat pembahasan di komisi atau paripurna,” kata Suhaimi, yang juga inisiator pengadaan tenaga ahli itu.
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang sejak awal kerap menolak pemborosan anggaran daerah, juga setuju akan pengadaan tenaga ahli DPRD. Namun, menurut Ketua Fraksi PSI, Ahmad Idris, penambahan anggaran untuk tenaga ahli harus berdampak pada pengurangan anggaran kunjungan kerja anggota Dewan.
“Anggota Dewan nantinya harus fokus kerja di Kebon Sirih. Tak ada lagi penundaan rapat karena kunjungan kerja,” ujar Idris.
Wakil Ketua sementara DPRD Syarif mengklaim Kementerian Dalam Negeri juga memahami kebutuhan tenaga ahli. Dalam rapat konsultasi penyusunan Tata Tertib DPRD, kata dia, Kementerian mempersilakan DPRD DKI mengirimkan surat tertulis tentang pertimbangan anggaran tenaga ahli.
“Akan dipertimbangkan (Kemendagri). Akan dikonsultasikan juga dengan Kementerian Keuangan,” ujar dia.
Sebelumnya, pelaksana tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan tak ada aturan yang bisa menjadi dasar hukum pemberian tenaga ahli bagi setiap anggota DPRD.
Menurut Akmal, sesuai dengan aturannya, APBD hanya boleh membiayai tim ahli atau kelompok pakar yang membantu setiap alat kelengkapan Dewan, seperti fraksi dan komisi. “Jadi tenaga ahli tidak melekat pada tiap anggota DPRD,” kata Akmal.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, menilai rencana penambahan tenaga ahli untuk setiap anggota DPRD tidak mendesak. Menurut dia, tak ada jaminan pula kualitas kerja DPRD Jakarta akan meningkat dengan bantuan tenaga ahli.
Pengadaan tenaga ahli DPRD justru bisa menjadi akal-akalan anggota DPRD DKI yang jarang hadir dalam rapat-rapat. “Nanti semua dikerjakan tenaga ahli. Rapat juga yang hadir tenaga ahli saja,” kata dia. “APBD itu harus untuk rakyat, jangan untuk memanjakan anggota DPRD.”
IMAM HAMDI