Menurut dia, subtansi dari pengajuan tiga RUU ini antara lain untuk menurunkan tarif PPh Badan secara bertahap dari tarif saat ini sebesar 25 persen menjadi 20 persen untuk memberikan stimulus kepada perekonomian dan berlaku mulai 2021.
"Khusus untuk perusahaan go public, penurunan di bawah tarif PPh dari 20 persen, menjadi 17 persen, sama seperti di Singapura, terutama bagi perusahaan go public baru yang bisa kita beri tiga persen lebih rendah dari tarif normal selama lima tahun," ujar Sri Mulyani, seperti dikutip dari Antara.
Ia menambahkan revisi UU tersebut juga akan menghapuskan PPh atas dividen dari dalam maupun luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia, dari sebelumnya pengenaan tarif normal sebesar 25 persen, apabila terdapat kepemilikan saham di bawah 25 persen. Selain itu, RUU ini juga bertujuan untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dengan memperbaiki sistem administrasi maupun sanksi, apabila Wajib Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan, menjadi dua persen kali 12 bulan kali suku bunga acuan Bank Indonesia yang berlaku.
Terkait pengenaan PPh kepada orang pribadi, terdapat peraturan baru yaitu pengenaan pajak menjadi berbasis wilayah, sehingga WNI maupun WNA yang dikenakan pajak dalam negeri hanya yang tinggal di Indonesia di bawah 183 hari.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Misbhakun mengatakan secara teoritis penurunan tarif pajak penghasilan atau PPh Badan akan memberikan dampak secara jangka pendek, yaitu penurunan jumlah penerimaan pajak PPh. Namun, kata dia, hal itu diharapkan secara jangka panjang menengah dan jangka panjang, tingkat kepatuhan akan naik, jumlah orang yang bayar pajak dengan tarif baru juga akan lebih banyak, dan bertambahnya investasi.
Dengan begitu kata dia, pajak tidak lagi menjadi faktor penghambat masuknya investasi baru. "Ini diharapkan akan memberikan dampak yang positif dari sisi jangka panjang terhadap penerimaan korporasi kita," kata Misbhakun saat dihubungi, Rabu, 4 September 2019.
Apalagi, kata dia, jika diimbangi dengan keputusan pemerintah untuk mengeluarkan dividen sebagai bukan objek pajak atau bukan lagi sebagai pajak penghasilan. Sehingga, menurutnya kecenderungan orang untuk melakukan investasi semakin kuat."Ini lah yang menurut saya sebuah langkah terobosan yang bagus dan menurut saya perlu diberikan apresiasi," kata Misbhakun.
Namun dia menyoroti ide dan gagasan penurunan tarif Pajak Penghasilan, menjadikan dividen bukan lagi objek pajak penghasilan yang belum juga terealisasi. Padahal sudah sejak awal dan sudah menjadi bagian dari nawacitanya Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menyerap aspirasi para pengusaha.