Adapun Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan perlu hati-hati dalam melihat usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dia menjelaskan, kenaikan tersebut terutama harus bermanfaat bagi penerima bantuan iuran atau PBI khususnya dari golongan masyarakat miskin yang tidak mampu. Jika dihitung, kata Fahmi, besaran kenaikan sebesar Rp 19 ribu tidak lebih dari Rp 2 ribu per hari selama 1 bulan.
"Besarannya tentu kalau dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu, kalau kita konversikan ke per hari kan tidak sampai Rp 2.000 per hari. Tapi kalau menyampaikannya kepada masyarakat yang mungkin berat," kata Fahmi.
Sedangkan Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan adalah hal yang memang harus dilakukan. Karena itu, kata dia, merupakan amanat Pasal 38 Pepres Nomor 82 Tahun 2018 yang menyatakan iuran JKN ditinjau paling lambat dua tahun dan itu artinya setiap dua tahun iuran dinaikkan.
"Lalu konstruksi hukum di UU SJSN, pendapatan utama JKN itu adalah dari iuran. Iuran jadi 'darahnya' JKN. Jadi iuran harus dinaikkan," kata Timboel saat dihubungi, Rabu, 28 Agustus 2019. "Nah berapa kenaikannya, itulah yang harus dibahas secara bijak."
Menurut dia, hendaknya kenaikan iuran untuk peserta mandiri dikaji dan diuji publik dulu, jangan langsung naik saja. Kenaikan iuran, kata dia, juga tidak otomatis menyelesaikan defisit, karena defisit dikontribusi juga oleh kegagalan mengendalikan biaya dan menghentikan masalah di rumah sakit.
HENDARTYO HANGGI | DIAS PRASONGKO | BISNIS