Menurut Djoko, pembatasan sepeda motor di jalan seperti yang pernah diterapkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sangat dibutuhkan. Kebijakan Ahok mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 yang melarang sepeda motor melintasi Jalan Sudirman-Thamrin dinilainya efektif.
Pergub itu memang telah dibatalkan Mahkamah Agung pada awal 2018 lalu dan didukung Gubernur Anies Baswedan, tapi Djoko mengedepankan hasil yang menurutnya cukup signifikan. "Menurut data Dinas Perhubungan, terjadi pengurangan volume kendaraan 22,4 persen saat itu. Persentase kecepatan kendaraan juga meningkat dari 26,3 menjadi 30,8 kilometer per jam," katanya.
Seorang pengendara mobil yang ditemui Tempo di Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Hendra Sihombing, juga menilai sistem ganjil genap bakal lebih efektif mengurai kemacetan jika sepeda motor ikut di dalamnya. Kelebihan lain disebutnya adalah bisa mengurangi pelanggaran lalu lintas di jalan. "Kan sering kita lihat mereka menyalip sembarangan," kata pemilik mobil berplat nomor ganjil itu.
Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar M Nasir memaklumi kalau ganjil genap hanya untuk mobil pribadi. Menurut dia, walau kalah secara jumlah namun ukuran badan satu mobil sama dengan empat sampai lima unit sepeda motor. "Kalau 10 mobil berarti sama dengan sekitar 40 sepeda motor," kata dia.
Menurut Nasir, perluasan ganjil genap meski hanya berupa penambahan ruas jalan yang memberlakukannya sudah merupakan langkah massif dalam menangani kemacetan. Dia berharap, kebijakan terbaru ini mampu menurunkan gempuran dua juta mobil yang masuk ke pusat kota setiap hari. "Memang masih tetap ada kemacetan. Tapi kalau tidak ada pembatasan, semua kendaraan bisa masuk," ujar Nasir.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono juga mengatakan kalau keputusan ganjil genap tetap hanya untuk mobil sudah melalui diskusi panjang. BPTJ termasuk yang ikut memutuskannya. Salah satu pertimbangan, ujar dia, sepeda motor masih menjadi pilihan utama masyarakat sebagai moda transportasi yang irit dan efisien. "Saya pikir yang penting adalah bisa mengurai kemacetan, tanpa mengurangi aksesibilitas masyarakat," kata Bambang.
Menurut Bambang, sistem ganjil genap sepeda motor di Jakarta bisa diterapkan saat pemerintah dan pengusaha mampu menambah transportasi umum seperti Mass Rapid Transit, Light Rail Transit dan bus Transjakarta secara signifikan. "Kalau yang ada sekarang kan kualitas sudah meningkat, tapi masih terbatas juga," kata dia.
Senada dengan Bambang, Ketua Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta Iman Satria mengatakan bahwa ganjil genap sepeda motor butuh kajian yang lebih intensif. Menurut dia, rata-rata pengguna sepeda motor di DKI merupakan karyawan yang tidak bisa telat bekerja serta memiliki gaji kisaran Upah Minimum Regional (UMR).
Di sisi lain, ujar Iman, transportasi umum dan massal yang ada belum menjangkau seluruh kawasan Ibu Kota. Selain itu, Irman berujar bahwa ongkos yang dikeluarkan oleh pengendara motor masih lebih murah. "Jadi mesti pelan-pelan kalau mau ganjil genap motor. Takutnya banyak warga kaget juga. Biasanya mengeluarkan uang sekian, sekarang harus lebih besar untuk transportasi saja," kata dia.