ia melihat tata kelola itu tidak bekerja dengan cepat dan baik. Apalagi, peristiwa pemadaman di Jawa-Bali juga pernah terjadi pada 2002.
Seperti diketahui, listrik padam selama hampir 12 jam di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, serta sebagian Jawa Tengah, pada Ahad lalu. Pemadaman listrik itu terjadi karena gangguan pada sistem sirkuit di jalur utara dan selatan. Akibatnya, pasokan listrik dari sejumlah pembangkit terlepas, yang berdampak pada terhentinya suplai dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon, Banten.
DPP Apindo mencatat adanya kerugian baik meterial maupun nonmaterial akibat blackoutatau pemadaman listrik selama dua hari di beberapa wilayah, yakni Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Meski belum dapat dihitung secara nominal, Apindo memperkirakan kejadian ini telah memukul beberapa sektor usaha. “Sudah jelas turunnya output barang dan jasa serta hilangnya jam kerja meski di hari Minggu,” ujar Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam keterangan yang diterima Tempo pada Selasa, 6 Agustus 2019.
Haryadi mengatakan, di tengah pemadaman hari pertama terjadi, yakni 4 Agustus 2019, sejumlah aktivitas usaha masih berjalan. Khususnya untuk sektor perbankan, perhotelan, perdagangan pasar modern, dan transportasi online. Selain itu, Apindo mencatat sejumlah perusahaan manufaktur dengan waktu operasi 24 jam turut terimbas. Insiden ini membuat perusahaan-perusahaan tersebut molor mengejar target produksinya.
Insiden listrik padam yang fatal ini, kata Hariyadi, turut menambah beban ongkos produksi untuk perusahaan lantaran mesti mengoperasikan genset. Belum lagi, ujar dia, adanya risiko penurunan tingkat kepercayaan konsumen akibat keterlambatan distribusi barang.“Pengiriman barang yang tidak bisa sesuai dengan waktu yang sudah disepakati dalam kontrak pemesanan bahkan membuat perusahaan mesti harus menanggung biaya demurrage dan atau biaya air-freight.”
Sudah bisa menyebut angka kalkulasi,