Di sisi lain, pemerintah masih berkutat dengan upaya memenuhi target pertumbuhan ekonomi. Dari semula dipatok 5,3 persen, belakangan pemerintah dan DPR sepakat memangkas target ini menjadi hanya 5,2 persen. Artinya, target pertumbuhan ekonomi 2019 hanya meningkat 0,03 persen saja lantaran realisasi pertumbuhan sepanjang 2018 sendiri sudah mencapai 5,17 persen.
Lalu, akankah perbaikan realisasi investasi ini benar-benar mampu memacu pertumbuhan ekonomi hingga 5,2 persen?
Direktur Riset Center for Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengakui bahwa realisasi investasi memang tumbuh. Namun, masih ada persoalan mendasar yang terjadi yaitu perekonomian Indonesia yang tidak efisien. Kondisi ini ditunjukkan dengan rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang di level 6. Negara lain memiliki level ICOR yang lebih rendah.
ICOR merupakan rasio yang menggambarkan efisiensi dari investasi terhadap pertumbuhan ekonomi atau PDB. Dengan ICOR di level 6, kata Piter, artinya Indonesia membutuhkan investasi sebesar Rp 6 untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 1.
Menurut Piter, realisasi investasi sebesar Rp 395,6 triliun tadi memang bakal mendongkrak pertumbuhan ekonomi, tapi bukan faktor utama. Sebab, ekonomi Indonesia lebih ditentukan oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan masih tumbuh melambat di kisaran 5 persen. “Artinya, kalaupun investasi mencapai target, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak akan meraih targetnya,” kata Piter saat dihubungi di Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Piter memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2019 hanya akan mencapai 5,1 persen, bahkan lebih rendah dari tahun lalu. Namun, hal ini akan berbeda jika pemerintah melakukan terobosan mendukung konsumsi rumah tangga dan investasi.
Kepada Tempo, BKPM mengakui bahwa sebenarnya masih ada sejumlah hal yang masih menghambat investasi. Tercatat ada 190 kasus investasi pada Kelompok Kerja 4 di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Faktor penghambat terbesar investasi adalah masalah perizinan yang mencapai 32,6 persen. Penyebabnya, perizinan di daerah masih menggunakan proses secara manual sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.