Lolosnya Figur-figur Tak Taat Lapor LHKPN
Pansel KPK memutuskan meloloskan para pendaftar dari kalangan aparat penegak hukum maupun yang telah purnatugas yang tidak taat pelaporan LHKPN ke tahap tes psikologi. Ketua Pansel, Yenti Garnasih, berpendapat jika penyerahan LHKPN bukan syarat wajib dalam mendaftar calon pimpinan KPK. Ia mengatakan LHKPN baru wajib dilaporkan ketika pendaftar lolos menjadi pimpinan KPK.
Pernyataan Yenti itu menuai kritik. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai mengumumkan LHKPN adalah salah satu syarat seseorang bisa menjadi pimpinan KPK. Hal itu seperti tertuang jelas dalam Pasal 29 angka 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. "Kalau Ketua Pansel KPK sendiri tidak membaca syarat-syarat bagaimana seseorang bisa layak menjadi pimpinan KPK, tentu saja pansel ini dipertanyakan kredibilitasnya."
Anggota Pansel, Hendardi, menjelaskan hal ini sama dengan seleksi pimpinan KPK empat tahun lalu. "Ketika itu bahkan Saut Situmorang (komisioner KPK sekarang) pada saat wawancara belum ada LHKPN. Namun ketika terpilih sudah dilengkapi oleh yang bersangkutan," ucapnya saat dihubungi Tempo.
Hendardi heran karena para aktivis itu baru mempermasalahkan isu LHKPN pada pemilihan calon pimpinan KPK periode ini. "Sedangkan pada periode-periode lalu tidak dimasalahkan oleh ICW dan kawan-kawan."
Menurut dia, sikap ICW ini menimbulkan dugaan ingin menjatuhkan orang-orang yang tidak mereka sukai dan mendorong figur favoritnya yang berasal dari kalangan KPK. "Karena pasti pekerja atau pejabat asal KPK sudah lebih siap dengan LHKPN karena dokumen itu memang pelaporannya ke KPK," kata Hendardi.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar, menilai Pasal 29 Undang-Undang KPK yang berbunyi "Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut..." bisa membuat orang beda penafsiran. Namun menurut dia, ada frasa "Untuk dapat diangkat" menunjukkan kewajiban penyerahan LHKPN sebagai syarat administrasi.
"Harusnya orang yang mendaftar, selama dia pejabat negara, harus menyerahkan LHKPN," kata dia saat dihubungi Tempo.
Menurut Zainal, rajin taat melaporkan LHKPN menjadi salah satu indikator calon memiliki integritas. Ia berharap Pansel KPK menjadikan kepatuhan terhadap LHKPN sebagai patokan utama untuk meloloskan para peserta dari tes psikologi. Tes psikologi untuk capim KPK seharusnya bisa melihat psikologi seseorang ketika ada kewajiban undang-undang tapi tidak melaksanakan. “Harusnya bisa dimasukkan sebagai item untuk mencoret."
AHMAD FAIZ | ROSSENO AJI NUGROHO