Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai wajar jika kursi Ketua MPR menjadi rebutan. Selain strategis secara kewenangan, ujar Rangkuti, posisi ketua MPR juga strategis menuju Pemilu 2024 yang akan datang. “Ketua MPR punya kesempatan yang luas untuk mengkristalisasi sekaligus mengkapitalisasi jabatan ketua MPR untuk meraup keuntungan secara politik, yakni popularitas sekaligus elektabilitas,” ujar Rangkuti saat dihubungi Tempo pada Ahad malam, 21 Juli 2019.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, posisi ketua MPR tentu sangat seksi sebagai simbol kenegarawanan politik. Kendati, posisinya tak se-powerfull ketua DPR, tapi pada level kewibawaan, posisi Ketua MPR dinilai sangat seksi.
Adi menilai koalisi Jokowi - Ma’ruf akan menyapu bersih posisi ini. “Tak usah akomodatif ke parpol oposisi. Politik itu hakikatnya kompetisi bukan kompromi,” ujar Adi saat dihubungi secara terpisah.
Menurut Adi, efek positif sapu bersih itu akan berdampak pada keseriusan Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat untuk terus mengkritik pemerintah. “Dinamis jadinya politik kita,” ujar Adi.
Analis Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan sebaliknya. Menurut dia, partai politik tidak perlu memperebutkan kursi Ketua MPR RI periode ke depan. "Itu posisi biasa saja, tidak memiliki pengaruh juga," kata Pangi di Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019.
Dia mengatakan, yang perlu dilakukan adalah bagaimana peran, kewenangan serta marwah MPR ke depan agar dapat ditingkatkan. Terkait penentuan siapa yang pantas duduk di kursi Ketua KPR, Pangi mengatakan penentuannya dapat dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku di parlemen. Misalnya, dengan melalui paket baik dari DPD, MPR, perwakilan DPR dan representasi partai. "Tergantung paket voting dan seterusnya, dengan berbagai model, sesuai mekanisme."