Mekanisme pemilihan pimpinan MPR diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah atau UU MD3 pasal 427C. Berdasarkan aturan itu, pimpinan MPR setelah hasil Pemilu 2019 terdiri atas satu ketua dan empat wakil. Komposisinya, empat kursi berasal dari unsur fraksi partai politik di parlemen dan satu kursi wakil ketua diisi unsur DPD. Pimpinan dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
Tiap fraksi dan kelompok anggota dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan MPR. Kemudian, pimpinan MPR dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
Arsul Sani mengatakan sejak awal revisi UU MD3 memang membawa semangat ingin mengembalikan kebersamaan dan mengedepankan musyawarah. "Tidak lagi seperti yang terjadi pada hasil pemilu 2014, satu koalisi mengambil semua pimpinan alat kelengkapan dewan," kata anggota DPR RI Komisi III itu.
PPP terbuka memusyawarahkan kemungkinan kader Gerindra sebagai Ketua MPR. "Soal apakah kemudian itu bisa terealisasi atau tidak, ya nanti kan (tergantung) bagaimana sikap partai koalisi," ujar Arsul.
Kendati demikian, ujar dia, partai-partai koalisi Jokowi - Ma'ruf tentu memprioritaskan mengajukan paket bersama sesama koalisi terlebih dahulu. Dalam waktu dekat, ujar Arsul, koalisinya akan duduk bersama membahas paket MPR itu.
Ada lima partai KIK yang lolos ke parlemen, yakni; PDIP, Golkar, PKB, Nasdem, dan PPP. Setelah pembicaraan internal di KIK, ujar Arsul, selanjutnya tidak tertutup kemungkinan juga partainya bertemu dengan partai-partai di luar koalisi. "Pokoknya dalam bulan ini kami bahas di internal KIK dulu," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf itu.
Partai Golkar yang sejak awal menginginkan posisi Ketua MPR, tegas menolak memberi peluang bagi Gerindra untuk menempati kursi Ketua MPR. Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan pembicaraan rekonsiliasi pascapemilihan presiden bukan hanya menyangkut pembagian kekuasaan. "Pembicaraan rekonsiliasi kan bukan sekadar bagi-bagi kursi," kata Ace kepada wartawan, Jumat, 19 Juli 2019.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, sebagai partai kedua pemilik kursi terbanyak di parlemen, partainya yang paling berhak atas kursi Ketua MPR RI. "Di parlemen kan posisi berdasarkan kursi, kalau di MPR terkait dengan paket. Tetapi kan urutan (posisi) bergantung kursi, jadi proporsional saja," ujar Airlangga di Kompleks Parlemen, Senayan pada Rabu, 17 Juli 2019.
Begitu pula dengan PKB, partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu mentah-mentah menolak memberikan kursi Ketua MPR kepada partai lain. PKB bahkan membuka kemungkinan opsi mengajukan paket bersama partai nonkoalisi, jika deal-deal politik dengan partai koalisi dianggap tidak menguntungkan. "PKB tentu ingin menjaga soliditas di koalisi. Tetapi paket itu bisa berubah tergantung perjalanan," ujar Ketua DPP PKB Jazilul Fawaid di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu, 17 Juli 2019.
Ketua DPP PKB Lukman Edy juga mengatakan bahwa ketua umumnya terus melakukan lobi-lobi-lobi politik mengincar kursi Ketua MPR RI periode 2019-2024. Menurut Lukman, Muhaimin juga bakal melobi presiden terpilih Joko Widodo atau Jokowi untuk bisa menduduki kursi Ketua MPR. Muhaimin juga sudah meminta restu Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin. "Pak Muhaimin sendiri sudah menghadap Pak Ma'ruf Amin, mungkin juga sudah bicara dengan Pak Jokowi," ujar Lukman Edy kepada wartawan di Jakarta pada Jumat, 12 Juli 2019.
Hal serupa diungkapkan Nasdem yang menginginkan posisi yang sama. Kader partai restorasi itu juga sudah disiapkan untuk posisi yang diincar. Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G. Plate mengatakan, pembahasan paket pimpinan MPR akan diselesaikan bersama Koalisi Indonesia Kerja. "Kami sedang bahas. Kami akan selesaikan itu dalam konsensus di internal KIK," kata Johnny di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 17 Juli 2019.