Di tengah kondisi ini, Kementerian Perindustrian ternyata memiliki posisi yang sama dengan industri dan menolak kebijakan cukai. Hanya saja, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan pihaknya masih menunggu rapat koordinasi dengan kementerian terkait lainnya. Ia juga mengatakan penerapan cukai ini akan berdampak langsung pada penurunan kapasitas produksi dari industri plastik. Tapi, belum diketahui berapa penurunan yang bakal terjadi. “Kan belum tahu (besaran cukai yang disepakati),” ujarnya.
Dalam sambutannya pada acara Pameran Produksi Industri Plastik dan Karet di Kementerian Perindustrian, pada hari yang sama, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan jumlah industri plastik saat ini mencapai 925 perusahaan, yang memproduksi berbagai macam produk plastik dan mampu menyerap 37.327 tenaga kerja. Hingga 2018, total produksinya mencapai 7,23 juta ton. Permintaan produk plastik juga terus meningkat rata-rata sebesar 5 persen dalam 5 tahun terakhir.
Namun dalam pengembangannya, kata Airlangga, industri ini masih menghadapi beberapa kendala. Pertama yaitu pemenuhan bahan baku yang saat ini impornya masih tinggi. Ini terjadi karena produsen bahan baku plastik dalam negeri belum mampu mencukupi suplai mereka, baik dari segi kuantitas maupun spesifikasi. Kedua yaitu serta gencarnya isu terkait penolakan untuk mengurangi penggunaan plastik. "Di mana, masalah utama sebenarnya adalah kurangnya manajemen sampah yang ada saat ini," kata dia.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Ditjen Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan penerapan cukai sebenarnya jauh lebih baik ketimbang pungutan Rp 200 per kantong. Sebab, peruntukannya lebih jelas untuk biaya penanggulangan dampak eksternalitas dari kantong plastik. Pungutan ini sempat diberlakukan di ritel modern sesuai surat dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun Nomor S.1230/PSLB3-PS/ 2016 pada 17 Februari 2016. Penerapannya dihentikan pada Oktober 2016, tapi kembali dimulai pada 1 Maret 2019.
Nirwala memastikan penerapan cukai ini dilakukan bukan untuk melarang, namun hanya untuk mengendalikan penggunaan plastik. Ia pun mengatakan tidak semua produk plastik akan dikenai cukai, terutama yang belum ada penggantinya. “Bungkus Indomie, tidak tiba-tiba akan diganti jadi daun juga, lembek ntar sampai rumah,” kata Nirwala.
Nirwala tidak khawatir dengan dampak inflasi yang dihasilkan karena dari catatannya, hanya akan menyumbang inflasi sekitar 0,045 persen saja. Ia menyadari, wacana ini sudah muncul sejak 2016 dan tak kunjung terwujud sampai saat ini. Kepada para pelaku industri, Ia pun mengatakan, “makanya tadi sampai aku bilang (di FGD), semuanya kan dibekali dua telinga, itu maksud Tuhan agar kamu dengerin dua kali lebih banyak dari ngomong.”
BACA: Maju Mundur Cukai Kantong Plastik, Pemerintah Setengah Hati?
Adapun Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik sudah berdiri 2016 lalu saat Kementerian Keuangan, di bawah Menteri Bambang Brodjonegoro, berencana menerapkan cukai kemasan plastik, mulai dari botol minuman hingga kantong kresek. Saat itu, forum melancarkan protes dan memberikan data kuantitatif mengenai dampak dari penerapan cukai ini terhadap berbagai jenis industri. “Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tidak mengenakan (cukai), kami sangat berterima kasih,” ujarnya.