TEMPO.CO, Jakarta -Para pelaku industri dari berbagai sektor bisnis kompak menolak rencana penerapan cukai plastik yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sebanyak 16 asosiasi industri sedang mengaktifkan kembali forum bersama untuk menyuarakan penolakan tersebut. Asosiasi itu tergabung dalam Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik.
BACA: YLKI: Cukai Plastik Jangan Jadi Instrumen Pendapatan Negara
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Rachmat Hidayat mengaku miris. Sebab, akar permasalahan saat ini sebenarnya adalah sampah yang berserakan dimana-mana dan tidak diolah dengan baik. "Tapi, kebijakan yang diambil pemerintah justru menerapkan cukai plastik, bahkan larangan penggunaan bahan berbahan dasar plastik, bukan waste management," kata Rachmat dalam Focus Discussion Group yang diadakan Kementerian Perindustrian di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Juli 2019.
Ia mengatakan penerapan cukai justru akan membuat pemerintah tekor. Ia memiliki hitungan, khusus pada cukai kemasan plastik minuman. Kebijakan ini bakal menyebabkan kenaikan harga produk sehingga angka penjualan bakal turun. Akibatnya, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 10 persen ikut turun, jumlahnya sekitar Rp 1 triliun, lalu penurunan Pajak Penghasilan atau PPh Badan sebesar Rp 1,42 triliun. Sementara penerimaan cukai yang akan diperoleh hanya sekitar Rp 1,91 triliun. Sehingga, negara akan rugi sekitar Rp 528 miliar.
Selain cukai, Rachmat juga mengkritik banyaknya kantor-kantor pemerintahan yang kompak melarang penggunaan produk berbahan dasar plastik. “Sekarang seperti penyakit menular, seperti virus,” kata dia. Padahal, Rachmat menyebut masih banyak barang di keseharian yang dibuat dari plastik, seperti bungkus makanan hingga kantong darah. Bahkan kenyataannya, 60 persen dari bahan dasar baju sekarang juga berasal dari plastik, tidak seluruhnya dari ulat bulu atau kapas.
Wacana penerapan cukai plastik ini sebelumnya hilang dari pembicaraan publik, hingga diangkat kembali oleh Sri Mulyani. Dalam rapat bersama Komisi Anggaran DPR, minggu lalu. Ia mengatakan kantong plastik siap dikenai cukai sebesar Rp 200 per lembar, atau Rp 30 ribu per kilogram. Sehingga, harga kantong plastik setelah dikenai cukai yaitu sekitar Rp 450 hingga Rp 500 per lembar. Angka ini muncul karena harus ditambah dengan pungutan sekitar Rp 200 sampai Rp 300 yang diterapkan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo sejak 1 Maret 2019.
Adapun kantong plastik yang bakal dikenai cukai adalah yang berbasis petroleum base atau tidak bisa didaur ulang. "Sedangkan kantong plastik yang bisa didaur ulang dan ramah lingkungan bisa oxo-degradable dalam 2-3 tahun akan dikenai cukai lebih rendah," kata Sri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa 2 Juli 2019.
Tujuan dari penerapan cukai ini adalah untuk mengendalikan konsumsi plastik dan dampak buruknya pada lingkungan ketika menjadi sampah. Dasar hukumnya yaitu Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Di dalamnya disebutkan bahwa cukai bisa dikenakan pada barang yang pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.