Fajar tidak memungkiri fakta bahwa sampah plastik memang bertebaran di mana-mana dan mencemari lingkungan. Namun, ia juga melihat industri daur ulang plastik sekarang cenderung otopilot dan malah dibebani pajak macam-macam.
Fajar melihat nantinya penerapan pemungutan cukai plastik di lapangan juga bakal lebih rumit, terutama lantaran banyaknya pelaku industri rumahan produsen kantong plastik belanja. Belum lagi soal pengawasan peredaran kantong plastik itu dinilai bakal susah lantaran 60 persen beredar di pasar tradisional. "Malah saya melihat impor kantong plastik bisa naik untuk menggantikan produksi dalam negeri yang turun."
Peneliti madya dari Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Joko Tri Haryanto, menilai rencana penerapan cukai untuk kantong plastik ini sudah tepat untuk mengubah perilaku masyarakat. Menurut dia, cara tercepat untuk mengubah kebiasaan masyarakat adalah dengan menerapkan instrumen finansial.
"Manajemen perubahan itu harus dipaksa, agar biasa, bisa, dan akhirnya berubah," ujar Joko. "Regulasi tidak cukup, harus dipakasa dan cara paling cepat adalah instrumen finansial."
Baca: Kata Menperin Soal Tarif Cukai Plastik Diusulkan Rp 200 Per Lembar
Rencana cukai yang maju-mundur, alih-alih membuat masyarakat jera memakai kantong plastik, justru kebingungan. Maka eksekusi yang cepat dan tepat lah yang dinantikan masyarakat, agar ada kejelasan akan nasib kantong-kantong plastik wadah aneka belanjaan. Apalagi, selama ini, kantong plastik warna-warni itu hampir tak pernah lepas dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
CAESAR AKBAR | DIAS PRASONGKO