CTEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya nama politikus yang masuk dalam daftar calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK untuk periode 2019-2024 dipertanyakan sejumlah pihak.
Baca: Kelar Audit Laporan Keuangan Garuda, BPK Catat Banyak Temuan
Salah satu yang mempertanyakan adalah Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. Ia meragukan integritas dan independensi calon peserta seleksi anggota BPK yang bertabur mantan direktur lembaga, politikus, hingga mantan dewan pengawas badan. “Kalau (BPK) diisi politikus, kan akan jadi bias. Apalagi para mantan yang pernah menjabat,” ujar Uchok kala dihubungi Tempo pada Rabu, 3 Juli 2019.
Uchok lantas menyebut sejumlah nama mantan direktur atau dewan pengawas yang maju pemilihan anggota BPK tersebut. Beberapa di antaranya adalah Tito Sulistio yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia atau BEI pada 2015 hingga 2018 dan mantan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, Syarkawi Rauf.
Kemudian ada Wisnuntoro yang pernah menjabat sebagai Presiden Direktur Pertamina Foundation periode 2017 hingga 2018. Selain itu, Uchok juga menyoroti hadirnya para politikus yang turut bertengger di daftar calon anggota pengawas keuangan itu.
Deretan nama politikus itu misalnya dari mantan Wakil Ketua Umum PKB Rusdi Kirana, Ketua DPP Partai Gerindra Pius Lustrilanang, hingga politikus Partai Persatuan Pembangunan atau PPP Akhmad Muqowam. Ada juga Nurhayati Ali Assegaf (Partai Demokrat), Daniel Lumban Tobing (PDIP), Tjatur Sapto Edy (PAN), dan Ahmadi Noor Supit (Golkar).
Tim panitia seleksi bentukan Komisi XI DPR juga mencatat sederet nama politikus lainnya yaitu anggota BPK periode saat ini yang sebelumnya juga politikus, Achsanul Qosasih dan Harry Azhar Azis. Ada juga nama calon legslatif dari Partai Gerindra yang gagal maju dalam pemilihan 2019 ikut mendaftar, Wilgo Zainar.
Menurut Uchok, semestinya BPK ditempati oleh tokoh-tokoh independen yang benar-benar memiliki integritas dan belum pernah menduduki jabatan apa pun. Dengan daftar yang beredar saat ini, ia memandang BPK malah menjadi ajang bagi ‘deretan para mantan’ untuk mencari pekerjaan alias job seeker.
Uchok memandang, bila deretan calon yang ditengarai kurang memiliki kapabilitas ini dilantik sebagai anggota BPK, integritas lembaga pengawas keuangan itu bakal melorot. Kinerja BPK periode mendatang juga dikhawatirkan menurun. Komisi XI DPR sebelumnya telah melakukan evaluasi administrasi kepada calon anggota BPK.
Evaluasi administrasi diperlukan untuk menentukan sosok calon pengganti anggota BPK yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2019 mendatang. Komisi XI DPR telah menerima 64 pendaftar calon pimpinan di lembaga auditor tersebut.
Sementara itu, Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril menilai, meskipun ada ruang bahwa politikus ikut mendaftar jadi calon anggota BPK, dalam proses seleksi tetap harus dipegang teguh penilaian terhadap rekam jejak, kompetensi, integritas. "Kecuali dia punya background akuntan, dia punya integritas baik. Dalam hal itu enggak masalah. Harus ada catatan terhadap politikus," ucapnya.
Oce menyebutkan selama ini banyak nama politikus dalam proses seleksi BPK. "Ini sudah tren dan emang regulasi membuka hal demikian." Justru, kata Oce, regulasi memberikan insentif bagi politikus terutama mereka yang duduk di parlemen, atau mereka yang punya akses partai politik besar, untuk ikut proses seleksi.