Oleh sebab itu, industri retail pun harus berevolusi, mengikuti perubahan gaya hidup itu.
Menurut Tutum, dulu gerai retail besar seperti Giant dan supermarket dan hipermarket lain, banyak dipilih masyarakat karena persediaan barangnya lebih lengkap. Namun belakanga, justru minimarket-minimarket yang berlokasi di dekat pemukiman dinilai konsumen lebih memudahkan mereka berbelanja. “Persaingan kian berat setelah bisnis online atau e-commerce semakin marak,” kata dia kepada Tempo, Rabu 26 Juni 2019.
Tonton Video: Pengunjung Serbu Pesta Diskon Giant Jelang Penutupan Gerai
Menurut Tutum, laju daya beli masyarakat tidak sebanding dengan pertumbuhan outlet retail, baik konvensional maupun online. Dia pun menduga, penutupan gerai yang terjadi saat ini akibat merugi dan untuk menjaga kinerja perusahaan. "Yang tidak bisa bertahan dengan situasi ini pasti jadi korban," ujarnya.
Sejatinya, persaingan bisnis retail dengan pedagang online maupun sesama pemilik gerai konvensional ini tidak datang tiba-tiba. Sejumlah pebisnis retail nyatanya sudah mengantisipasi perubahan pola belanja ini dan melalui proses transfromasinya dengan relatif mulus, tanpa gonjang-ganjing penutupan banyak gerai.
Vice President Corporate Communication PT Trans Retail Indonesia, Satria Hamid misalnya. Ia mengaku telah memprediksikan peralihan pola belanja ini sejak hampir sepuluh tahun silam. Sadar akan perubahan prospek bisnis retail, perusahaannya pun mulai berbenah agar tak meredup. "Kami mengembangkan konsep baru di retail Transmart yaitu 4 in 1," katanya.
Konsep itu, kata Satria, menyatukan sarana berbelanja dengan hiburan seperti area kuliner, wahana permainan, dan bioskop. Menurut dia, konsep ini bahkan dapat dikembangkan lagi menjadi 8 in 1, misalnya, dengan menambahkan hotel dan apartemen di dekat toko.
Adapun Hypermart, hipermarket yang dioperasikan PT Matahari Putra Prima Tbk, tengah mengevaluasi kondisi gerainya, terutama terkait dengan luas area. Head of Corporate Communication Matahari Putra Prima, Fernando Repi, mengatakan masyarakat sudah tak suka berbelanja di lokasi yang luas. Menurut dia Matahari tak segan mengurangi outlet besar jika tak produktif. "Sejak akhir 2018 kami memilih gerai yang lebih compact," kata dia.
Hypermart pun membangun gerai dengan konsep baru di beberapa kabupaten dan kota. Fernando menuturkan perusahaan ingin lebih dekat dengan pembeli dan menyiapkan strategi bersaing dengan e-commerce.
Analis Kresna Sekuritas, Robertus Yanuar Hardy, mengatakan bahwa sektor retail menghadapi puncak persaingan sejak dua tahun terakhir. Tantangan itu terutama datang dari e-commerce, seiring berkembangnya perusahaan rintisan.
Namun Robertus menilai perusahaan retail mampu mengatasinya dengan efisiensi, salah satunya melalui penutupan gerai. Strategi tersebut dia nilai tak akan langsung menurunkan omzet dan pendapatan perusahaan. "Jika gerai diganti di lokasi lain yang lebih menjanjikan, perusahaan dapat memperoleh untung lebih besar," katanya.
Geger penutupan gerai raksasa supermarket ini tak pelak mengundang perhatian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution. Ia optimistis, tidak akan banyak lagi gerai retail yang tutup sekaligus, menyusul kasus Giant.
Baca: Usai Tutup 26 Gerai dan PHK Pegawai, Ini Fokus Hero Supermarket
Darmin melihat masih ada beberapa merek perusahaan retail yang kinerjanya bertumbuh. Menurut dia, saat ini model bisnis yang berkembang adalah toko yang tidak hanya mengandalkan keuntungan dari penjualan barang, atau biasa disebut convenience store, bukan sekadar toko.
Dengan optimisme senada, pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Febrio Kacaribu menilai penutupan beberapa gerai Giant ini bukan karena penurunan daya beli masyarakat,