Menanggapi tudingan-tudingan ini, Kubu Jokowi sedang menyiapkan jawaban yang akan diserahkan pada sidang MK sengketa Pilpres pada Selasa, 18 Juni 2019. Tetapi, Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma’ruf Amin sudah bolak-balik membantah tudingan-tudingan tersebut.
Baca: Kubu Prabowo Minta Saksi Sidang MK Dilindungi, LPSK: Terbentur UU
Soal kenaikan gaji, misalnya. Bagi TKN Jokowi - Ma’ruf Amin, langkah kubu BPN itu menunjukkan ketidakpahaman mereka terhadap pengelolaan keuangan negara dan komitmen pemerintah untuk mensejahterakan ASN. "Kenaikan ini kan langkah yang telah lama dipersiapkan, sudah diperhitungkan dengan matang. Ini pemenuhan komitmen pemerintah mensejahterakan ASN," kata jubir TKN Muhammad Misbakhun dalam keterangan tertulis, Kamis 14 Maret 2019.
Misbakhun meminta BPN Prabowo-Sandi untuk tidak terus menerus mempolitisir kebijakan yang dipersiapkan pemerintah. "Janganlah dikit-dikit politis, kalau begitu cara berpikirnya, jadi BPN Prabowo-Sandi maunya gaji ASN diturunkan?" tanya dia.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pencairan kenaikan gaji PNS 2019 yang dirapel, akan terealisasi pada April. Mereka bakal menerima rapelan kenaikan gaji yang dihitung mulai Januari 2019.
Menurut Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menandatangani peraturan pemerintah soal kenaikan gaji PNS yang dirapel itu. "Karena UU APBN kan mulai Januari. Untuk Mei dan selanjutnya dibayarkan tepat waktu pembayaran gajinya." kata Menteri Keuangan Kantor Pelayanan Pajak Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Jakarta, Rabu, 13 Maret 2019.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kenaikan gaji PNS diatur dalam Undang-undang (UU) APBN 2019 yang disahkan pada Oktober 2018. Dalam UU itu, kata dia, PNS mendapat kenaikan gaji pokok sehingga diperlukan peraturan pemerintah sebagai petunjuk hukum untuk melaksanakan perintah UU ini.
Baca: Tim Hukum Prabowo dan LPSK Diskusikan 5 Poin Perlindungan Saksi
Di lain pihak, Markas Besar Polri pun sudah berkali-kali menegaskan bahwa lembaga kepolisian netral. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menjamin polisi netral selama gelaran Pemilu 2019.
"Polri dalam hal penyelenggaraan pengamanan seluruh tahapan Pemilu sampai nanti pelantikan, kami independen. Kami tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon," ujar Asep di kantornya, Jakarta Selatan pada Jumat, 14 Juni 2019.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menuding salah satu dalil gugatan Tim Hukum Prabowo Subianto - Sandiaga Uno di Sidang MK (Mahkamah Konstitusi) terkait rekayasa Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) tak logis.
“Pemohon mendalilkan bahwa KPU curang dengan merekayasa Situng. Namun dalam Petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya enggak nyambung,” kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dalam pesan singkat yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu, 15 Juni 2019.
Pramono menilai Tim Kuasa Hukum Prabowo - Sandiaga mencoba membangun asumsi bahwa hasil perolehan suara di Situng (Sistem Informasi Penghitungan) sengaja diatur untuk mencapai target angka tertentu yang sesuai dengan rekapitulasi manual.
Ia menjelaskan meski berawal dari Form C1 yang sama, alur penghitungan Situng dan rekap manual jelas berbeda. Dalam Situng, petugas memindai Form C1 kemudian langsung mengunggahnya ke sistem informasi tersebut tanpa perlu menunggu rekapitulasi di tingkat atasnya.
Sementara rekap manual dilakukan secara berjenjang mulai dari kecamatan, KPU kabupaten-kota, KPU provinsi hingga KPU Pusat. “Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu,” kata dia.
Oleh karena itu, apabila mengikuti logika asumsi Tim Hukum Prabowo - Sandiaga, maka seharusnya yang menjadi tuntutan koreksi adalah angka perolehan di Situng yang bukan digunakan KPU sebagai dasar penetapan pasangan calon terpilih Pilpres 2019.
Baca: Komisioner KPU: Tuntutan Kubu Prabowo di Sidang MK Tidak Nyambung
Menurut Pramono, Pemohon gugatan tidak pernah membahas dugaan kecurangan dalam proses rekapitulasi berjenjang. Tim Hukum Prabowo - Sandiaga juga tidak memberikan bukti rinci dugaan pelanggaran rekapitulasi berjenjang tersebut, seperti nama TPS, kecamatan, kabupaten atau kota tertentu. “Sama sekali tidak ada. Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung,” ujarnya.
Baca kelanjutannya: Lantas bagaimana peluang MK menerima gugatan kubu Prabowo?