TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mendukung upaya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam menjaga wilayah maritim Indonesia, khususnya dalam memberantas pencurian ikan (illegal fishing). Namun cara yang ditempuh oleh Luhut adalah dengan memperkuat Badan Keamanan Laut alias Bakamla.
Baca: Kritik Susi, Luhut: Jangan Sepanjang Masa Tenggelamkan Kapal
Dalam menjaga wilayah perairan laut saat ini, Luhut menyebutkan Indonesia masih memiliki kekurangan. Hal ini terbukti dengan ditabraknya KRI Tjiptadi oleh kapal Vietnam setelah penindakan illegal fishing di Laut Natuna Utara dilakukan.
"Kita ini sebenarnya masih ada kekurangan. Urusan itu kan harusnya coast guard - coast guard kita. Karena coast guard kita kurang, maka lebih banyak angkatan laut kita," ujar Luhut di kantornya, Rabu, 8 Mei 2019. Karena itu, ia mengusulkan untuk memperkuat peran coast guard atau Bakamla.
Minimnya jumlah coast guard itu, menurut Luhut, tak lepas dari kewenangan Bakamla hingga kini belum cukup jelas. Oleh karena itu, ia mengatakan perlunya ada harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk memberi kewenangan yang lebih jelas kepada Bakamla.
"Kewenangan coast guard itu masih ada di Polhukam. Sejak saya Menko Polhukam itu. Jadi kita itu bikin suatu organisasi yang belum tuntas," kata Luhut.
Menteri Susi Pudjiastuti menggunakan teropong dalam operasi pengawasan illegal fishing di perairan perbatasan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau dengan menggunakan KRI Usman Harun, pada 14-15 April 2019. Menteri Susi langsung memantau keberadaan kapal-kapal perikanan asing yang kerap melakukan illegal fishing di perairan Laut Natuna Utara. KKP
Selama ini, urusan penindakan kapal ikan ilegal hingga pelanggaran perbatasan laut kerap dilakukan oleh Satuan Tugas 115 di bawah komando Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Adapun anggota Satgas terdiri dari perwakilan sejumlah lembaga, antara lain KKP, Bakamla, Polisi Perairan, Bea Cukai, TNI Angkatan Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), hingga Kejaksaan.
Payung hukum pembentukan lembaga itu adalah Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang satuan tugas pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Satgas bertugas mengembangkan dan melaksanakan operasi penegakan hukum dalam upaya pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal.
Dilansir dari laman resmi Satgas 115, sejak terbentuk pada bulan Oktober 2015, kegiatan yang telah dilakukan tim tersebut antara lain penentuan empat wilayah operasi, pelaksanaan operasi pengawasan, penyidikan terhadap beberapa tindak pidana perikanan, serta pembentukan pusat komando pengendali.
Dengan adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan itu, Luhut mengatakan peran Bakamla bisa selayaknya coast guard internasinal. Penguatan itu bukan hanya soal penindakan Illegal, unreported and unregulated fishing, namun pengamanan wilayah perairan secara keseluruhan.
Selain soal peraturan perundang-undangan, Luhut juga menegaskan perlunya pemerintah menambah dan memperbaharui peralatan Bakamla untuk menjalankan fungsinya. Nantinya, apabila Bakamla telah diperkuat, ia mengatakan Satgas 115 sudah tak dibutuhkan. "Enggak perlu lagi, kalau perannya bisa digantikan," kata dia.
Selama ini Menteri Susi ngotot untuk menenggelamkan kapal yang terbukti mencuri ikan di antaranya karena belum ada sedikitpun perintah dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta penenggelaman kapal dihentikan. "Karena dari Pak Jokowi masih firm, deterrence effect," kata Susi dalam pidato sambutannya saat menenggelamkan kapal di Pontianak, yang diunggah oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui akun twitter @KKPgoid, Sabtu 4 Mei 2019.