Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan ibu kota Indonesia yang baru tidak bakal menjadi pusat bisnis atau keuangan. Sehingga, sejumlah lembaga terkait masih akan berkantor pusat di Jakarta.
"Tapi yang pasti kita tidak akan bikin kota ini menyaingi Jakarta menjadi pusat bisnis atau pusat keuangan, makanya BEI (Bursa Efek Indonesia), OJK (Otoritas Jasa Keuangan), LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), hingga BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) itu akan tetap di Jakarta, itu usulan kami," ujar Bambang di kantornya, Selasa, 30 April 2019.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro memperkirakan pemindahan Ibu Kota menelan biaya Rp 466 triliun jika luas lahannya 40 ribu hektare.
Bambang mengatakan kota ini nantinya tetap akan menjadi kota terbuka di mana masyarakat atau swasta boleh juga pindah ke sana. Di samping kota itu difokuskan sebagai pusat pemerintahan.
"Kota ini hanya fokus di pusat pemerintahan sehingga kita bisa kendalikan laju pertumbuhan penduduk, tapi kalau swasta mau, silakan tidak ada yang melarang," kata Bambang.
Apabila menggunakan skenario 1,5 juta penduduk, nantinya akan ada personel aparatur sipil negara dari lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif sekitar hampir 200 ribu orang. Ditambah, personel TNI dan Polri sekitar 25 ribu, dan anggota keluarga 850 ribu. Selain itu juga akan ada pelaku ekonomi 400 ribu orang.
Polri pun mendukung rencana pemerintah yang ingin memindahkan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke daerah di luar Pulau Jawa. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal mengatakan Polri akan langsung berkoordinasi untuk menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan.
"Terkait rencana pemindahan dengan pertimbangan pemerataan pembangunan dan kepadatan ibu kota saat ini, tentunya Polri mendukung karena ini demi kebaikan bangsa dari segala aspek," ujar Iqbal melalui keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2019.