Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan, kejadian tersebut sudah sempat diantisipasi oleh KPU. Salah satunya, KPU sempat menyusun perencanaan anggaran yang berkaitan dengan sistem kerja KPPS. Bahkan, dalam menyeleksi anggota KPPS, pihaknya mencari orang yang secara fisik dan mental betul-betul sehat.
“Ketika kami memilih itu memang mencari orang-orang yang sehat fisiknya, sehat mentalnya. Karena sehat fisiknya saja juga beresiko kalau orang ditekan kanan-kiri gampang down, nggak bisa,” ujar dia.
Simak juga: Pekerjaan Berat, Petugas KPPS Tak Dapat Jaminan Asuransi
KPU, kata Arief, sebenarnya pernah mengusulkan adanya anggaran untuk asuransi bagi KPPS. “Sebetulnya sejak awal menyusun anggaran, kami minta ada asuransi. Tapi kan karena berbagai macam, hal itu tidak bisa, maka kami mengusulkan agar bisa diberi santunan,” kata Arief.
Persoalan sumber daya manusia hanya sebagian dari beberapa catatan pelaksanaan Pemilu 2019. Masalah klasik lain yang seharusnya sudah bisa diantisipasi oleh KPU adalah soal distribusi logistik Pemilu dan administrasi pemilih alias Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Petugas mengangkat logistik Pemilu 2019 yang akan didistribusikan ke Kepulauan Seribu di Pelabuhan Marina Ancol, Jakarta Utara, Minggu 14 April 2019. Menurut data dari Daftar Pemilih Tetap hasil perbaikan tahap tiga (DPTHP-3) KPU Kepulauan Seribu terdapat 19.013 pemilih tersebar di 70 Tempat Pemungutan Suara (TPS). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan laporan terkait pemungutan suara di sejumlah TPS tidak berjalan dengan mulus. Penyebabnya banyak TPS yang belum menerima logistik Pemilu di hari H pencoblosan. Di samping itu, masih banyak masalah pada administrasi pemilih yang bermasalah.
Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan, atas sejumlah permasalahan tersebut, ada 38 TPS yang berpotensi melakukan pemungutan suara ulang. Selain itu sebanyak 1.395 TPS berpotensi melakukan pemungutan susulan.
“Penyebabnya, pertama, karena ada logistik yang terlambat, logistik kurang atau dari pemilih yang tidak terdaftar di DPT, DPTb bahkan tidak memiliki KTP setempat untuk menggunakan formulir A5,” ujat Fritz saat menggelar konferensi pers di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu, 17 April 2019.
Baca: Pemilu yang Melelahkan, Simak Kisah KPPS Tak Tidur Dua Hari
Fritz menyebutkan, permasalahan tersebut hampir terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Khusus daerah yang akan melakukan pemungutan susulan disebabkan oleh terlambatnya logistik tiba di TPS. Hal tersebut banyak terjadi di Provinsi Papua.
“Pemilu susulan ada di 1.395 TPS, terdiri dari 367 TPS di distrik Abepura, Jayapura, Papua. Lalu ada 335 di Jayapura Selatan, Kota Jayapura, dan di distrik Kabupaten Intan Jaya ada 288 TPS,” katanya.
Sedangkan, untuk pemungutan suara ulang yang berpotensi terjadi di 38 TPS disebabkan validitas pemilih. Misalnya, pemilih yang tidak terdaftar di TPS sebagai pemilih tetap atau pindahan tetapi tetap diizinkan untuk mencoblos.
“Di Kepulauan Riau ada 11 TPS yang harus dilakukan pemungutan suara ulang, karena ada orang dari daerah lain yang tidak terdaftar di DPT, DPTb, tetapi melakukan pencoblosan. Apabila kita mengacu pada Pasal 372 itu sudah memenuhi syarat untuk pemungutan suara ulang,” katanya.
Baca juga: Bawaslu Ingatkan KPU Soal Kesiapan Logistik Pencoblosan Ulang
Membandingkan angka 1.395 dengan seluruh jumlah TPS di Indonesia yang mencapai 809.500 unit memang akan terasa kecil. Namun, kisruh di sebagian kecil TPS ini sama seperti kerikil di dalam sepatu yang bagus dan mahal.
Baca kelanjutannya: Apa saja masukan Perludem untuk Pemilu 2019?