Iwan menambahkan pengoperasian LRT Jakarta akan bergantung pada keputusan pemerintah DKI Jakarta nanti. "Sambil menunggunya, pengujian terus kami lakukan secara berulang," katanya.
Baca:
Empat Hari MRT Berbayar, Kenapa Urusan Tiket Masih Jadi Momok?
Selain sistem tarif secara teknis, PT LRT Jakarta juga tengah mendiskusikan sistem integrasi tarifnya dengan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Contohnya, masyarakat cukup membayar tiket LRT Jakarta sebesar Rp 5 ribu dan bisa melanjutkan perjalanan dengan Transjakarta tanpa dikenai ongkos lagi.
Tarif flat Rp 5 ribu berdasarkan ini Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2019 tentang Tarif Angkutan Perkeretaapian Mass Rapid Transit dan Kereta Api Ringan. “Jadi masuk busway (Bus Transjakarta) cukup nge-tap (menempelkan uang elektronik) saja tanpa ditarik bayaran lagi,” tutur Iwan seperti dikutip dari Koran Tempo Jumat 5 April 2019.
Pekerja menyelesaikan pembangunanstasiun kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) di kawasan Taman Mini, Jakarta, Senin, 14 Januari 2019. Pembangunan terus dikebut karena pada Juni 2019, uji coba kereta pertama akan mulai dilakukan. TEMPO/Tony Hartawan
Dua perusahaan daerah itu harus mengatur detail pencatatan tarif terintegrasi tersebut karena terkait alokasi subsidi yang akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI. “Ini kan juga terkait PSO-nya (public service obligation),” kata Iwan menambahkan.
Baca:
LRT ke Bogor dan MRT ke Tangerang Selatan Akan Dibangun pada 2020
Pemerintah DKI Jakarta pada tahun ini mengalokasikan anggaran subsidi untuk PT LRT Jakarta sebesar Rp 327 miliar. Adapun, subsidi untuk PT Transportasi Jakarta mencapai Rp 3,21 triliun.
Bentuk integrasi lainnya, kata Iwan, ialah dengan menghubungkan antara Stasiun LRT Jakarta Velodrome dengan Halte Transjakarta Pemuda Rawamangun. PT Jakarta Propertindo akan membangun jembatan layang yang menghubungkan stasiun kereta ringan itu dengan halte Transjakarta. “Rencananya jembatan selesai akhir April,” tuturnya.