"Semuanya masih cair dan belum mengerucut pada satu isu. Perlu waktu sedikitnya tiga tahun sampai organisasi ini bisa berjalan," kata Wahyu setelah mengobrol santai bersama wartawan di Direktorat Pajak, Jakarta. Setelah itu, wacana ini tak terdengar lagi kabarnya.
Dua tahun kemudian, giliran Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang angkat bicara terkait dengan wacana pemisahan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan menjadi sebuah badan independen. Pada dasarnya, menurut Sri Mulyani, dia dan Presiden Joko Widodo ingin membuat institusi pajak kuat dan bersih.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali terpilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik tahun 2019. Penghargaan ini diraih Sri Mulyani untuk ketiga kalinya setelah tahun 2017 dan 2018 lalu. ANTARA/Wahyu Putro A
Menurut Sri Mulyani, yang terpenting adalah mengkaji permasalahan-permasalahan yang mesti diperbaiki oleh Ditjen Pajak terlebih dahulu. "Apakah strukturnya, pengawasannya, mental orangnya, tingkat gajinya, databasenya. Ini perlu kajian. Saya tidak mau dibuat pilihan, dia badan sendiri atau dia ada di Kemenkeu," katanya, di Hotel Aston, Sentul, Bogor, Sabtu malam, 26 November 2016.
Tempo mencoba mengkonfirmasi kembali rencana pemisahan DJP yang termuat dalam UU KUP. Tapi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP, Kementerian Keuangan, Hestu Yoga Saksama, belum bersedia memberikan informasi. "Belum ada komentar dulu terkait itu," ujarnya.
Terkait hal itu, Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA, Yustinus Prastowo menyebutkan, bahwa pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan sebetulnya bukan ide baru. Pada 2014, Joko Widodo atau Jokowi Jokowi dan Jusuf Kalla mencantumkan pembentukan Badan Penerimaan Negara di dalam Nawacita.
Dalam perkembangannya, ide ini pasang surut seiring wacana tax amnesty. Begitu pun pembahasan RUU KUP pun mengalami pasang surut di Komisi XI DPR. Prastowo berprinsip bahwa transformasi kelembagaan harus dilanjutkan dan tuntas, namun sejumlah pengusaha di bawah naungan Apindo, Kadin, dan HIPMI kompak menolak, konsisten hingga saat ini.
Menurut Prastowo, jika di masa mendatang memang diperlukan institusi kuat untuk mengelola perpajakan, harus disiapkan prasyarat yang dibutuhkan. Artinya harus jelas struktur kelembagaan, model koordinasi-partisipasi, payung hukum, harmonisasi kebijakan fiskal, politik anggaran, kebijakan kepegawaian, dan lainnya.
Selain itu, harus ada jaminan otonomi menjadikan Ditjen Pajak lebih kredibel dan akuntabel dan bukan sebaliknya. Sebab, hal yang paling sering dikhawatirkan oleh para wajib pajak adalah penguatan institusi menjadikan relasi otoritas-wajib pajak semakin timpang. Oleh karena itu perlu diperjelas skema apa yang paling mungkin disiapkan dan disediakan nantinya.
Oleh karena itu, menurut Prastowo, masalahnya saat ini adalah bukan pada perlu atau tidak otonomi Ditjen Pajak, melainkan sejauh mana model dan prosesnya menjamin perbaikan dan kebaikan. “Kini proses politik sedang berlangsung di DPR. Tanpa fokus dan penajaman, saya khawatir kita tidak sedang bergerak ke mana pun dan banyak membuang waktu percuma,” ucapnya.
Baca: Tim Prabowo Siapkan Lima Strategi Genjot Tax Ratio
Fakta objektifnya, kata Prastowo, Ditjen Pajak sudah sedemikian besar dan kompleks, juga menghadapi tantangan yang semakin berat. “Jangan sampai ia tetap dibiarkan menjadi sapi tambun yang tak layak lagi dituntut untuk membajak sawah, atau kuda tua yang letih ditindih beban. Atau barangkali mobil 1.000 cc dengan tongkrongan luar mirip MPV mewah.”
FAJAR PEBRIANTO