Melihat besarnya subsidi itu, Tulus meminta managemen MRT memikirkan sumber pemasukan selain dari tiket. Sebab, pendapatan dari tiket ia nilai tak akan mampu menutup keseluruhan biaya operasional dan apalagi investasi.
Beberapa rekomendasi sumber pendapatan non-tiket antara lain dari sewa lahan, bisnis di area TOD, dan promosi/iklan. "Asal jangan iklan produk tembakau, alias iklan rokok," kata Tulus.
Anggota Komisi C Bidang Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Ruslan Amsyari, meminta pemaparan yang rinci atas rekomendasi tarif MRT dan light rail transit (LRT) dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Ruslan mengatakan, anggota dewan perlu memastikan usulan DTKJ yang sebelumnya disampaikan pemerintah DKI benar adanya.
Baca juga : Operasional MRT Jakarta dan LRT: Kini Bola Ada di DPRD DKI
"Apakah itu angka-angka sudah riil? Jangan-jangan nanti ada perbedaan penafsiran antara dewan transportasi," kata Ruslan saat dihubungi, Rabu malam, 13 Maret 2019.
Komisi C, papar Ruslan, baru menerima rangkuman usulan tarif dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dalam hal ini Dinas Perhubungan DKI. Sebelumnya, Komisi C dan pemerintah daerah baru menggelar rapat perdana membahas usulan tarif pada Rabu, 6 Maret 2019.
Pengoperasian MRT fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI melintas di kawasan Fatmawati, Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019. Rencananya, MRT Jakarta akan beroperasi untuk komersil pada 24 Maret 2019. TEMPO/Tony Hartawan
Hadir dalam rapat itu perwakilan MRT dan LRT, Dinas Perhubungan DKI, Asisten Perekonomian dan Sekretaris DKI, serta DTKJ. Pihak eksekutif menunjukkan sebuah tabel berjudul Ringkasan Aspek MRT dan LRT. Salah satu isinya, yakni nilai usulan tarif dari pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan DTKJ.