TEMPO.CO, Jakarta -Kartu Prakerja yang akan dirilis calon presiden inkumben Jokowi Widodo atau Jokowi menuai pro dan kontra. Menyusul pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla kebijakan memberikan tunjangan untuk pengangguran cocok diberikan untuk negara maju dengan jumlah penduduk sedikit. Bila diterapkan di Indonesia, menurut JK, kebijakan itu perlu dikaji lagi.
BACA:JK Kritik Tunjangan Pengangguran, Begini Respons Menteri Hanif
JK—begitu ia akrab disapa mengatakan untuk memberikan tunjangan kepada pengangguran memerlukan dana tidak sedikit. Akibatnya pemerintah harus menghitung lagi anggaran yang dimiliki supaya tidak membebani APBN.
"Kalau negara seperti Indonesia, (dengan) anggaran tidak terlalu besar dan penduduk banyak, tentu harus dihitung. Itu butuh anggaran yang besar, dan kalau sudah ada anggarannya baru kita bisa bicara. Kalau belum ada anggarannya, tentu belum bisa dilaksanakan," katanya.
Menanggapi itu Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf Amin bakal mengkaji kritik JK. "Soal apa yang disampaikan Pak JK, bagi kami bagian dari bahan pertimbangan yang akan dirumuskan," ujar Juru Bicara TKN Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily melalui pesan singkat kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2019.
Ace menjelaskan bahwa tidak semua pengangguran bakal mendapat dana dari negara melalui Kartu Prakerja yang dijanjikan Jokowi beberapa waktu lalu. Malahan, kebijakan itu, kata dia, adalah untuk mendorong para penganggur untuk kembali bekerja.
BACA: TKN Jokowi - Maruf Kaji Kritik JK Soal Tunjangan Pengangguran
Rencana Jokowi meluncurkan Kartu Pra-kerja disampaikan kala berorasi di Sentul International Convention Center, di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu, 24 Februari 2019 lalu. Capres nomor urut 01 itu akan merilis kartu itu bersama dua kartu lainnya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Jokowi berjanji memberikan layanan pelatihan vokasi, meningkatkan atau memberikan pelatihan bagi yang belum bekerja, bagi yang sudah bekerja dan akan berganti pekerjaan. Ia menargetkan 2 juta orang mengikuti pelatihan vokasi sehingga SDM Indonesia bersaing di luar negeri.