Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

NU dan Usul Penghapusan Label Kafir untuk Nonmuslim

Reporter

Editor

Juli Hantoro

image-gnews
Suasana rapat pleno dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat, 27 Februari 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Suasana rapat pleno dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat, 27 Februari 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Usul Nahdlatul Ulama atau NU untuk menghapus istilah kafir bagi non muslim di Indonesia menjadi perbincangan hangat di sepanjang akhir pekan ini. Banyak pihak mengapresiasi usul yang dihasilkan dari sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Kota Banjar pada 27-1 Maret 2019.

Baca juga: NU Usul Hapus Sebutan Kafir, PGI: Bisa Perkuat Persatuan Bangsa

Abdul Moqsith Ghazali yang jadi pimpinan sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah  mengatakan para kiai berpandangan penyebutan kafir dapat menyakiti para nonmuslim di Indonesia.

"Dianggap mengandung unsur kekerasan teologis, karena itu para kiai menghormati untuk tidak gunakan kata kafir tapi 'Muwathinun' atau warga negara, dengan begitu status mereka setara dengan warga negara yang lain," katanya di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Kamis, 28 Februari 2019.

Meski begitu, kata Moqsith, bukan berarti NU akan menghapus seluruh kata kafir di Alquran atau hadis. Keputusan dalam Bahtsul Masail Maudluiyyah ini hanya berlaku pada penyebutan kafir untuk warga Indonesia yang nonmuslim.

"Memberikan label kafir kepada WNI yang ikut merancang desain negara Indonesia rasanya tidak cukup bijaksana," ucapnya.

Moqsith sepakat jika urusan 'kafir' ini seharusnya sudah umat Islam Indonesia selesaikan sejak dahulu. Sikap NU yang membahas kembali, kata dia, lantaran ada sekelompok masyarakat yang mulai memberikan atribusi diskriminatif.

Moqsith berujar keputusan terkait penyebutan kafir ini sebatas menjadi dasar sikap NU. Sebabnya tidak akan diteruskan ke Komisi Rekomendasi hingga dibawa ke dalam sidang pleno di acara Munas Alim Ulama ini.

"Biasanya rekomendasi itu terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan negara. Sementara ini hanya narasi akademis," kata dia.

Usulan ini mendapat dukungan dari Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. Ia mengatakan usulan penghapusan penyebutan kafir kepada warga negara Indonesia nonmuslim, merujuk pada sejarah Nabi Muhammad saat hijrah ke Kota Madinah.

"Dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara bangsa tidak dikenal istilah kafir. Maka setiap warga negara memiliki kedudukan dan hak yang sama di mata konstitusi," katanya dalam penutupan Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Jumat, 1 Maret 2019.

Said menjelaskan istilah kafir berlaku ketika Nabi Muhammad masih berada di Kota Mekah dan belum pindah ke Madinah. Saat itu label kafir ditujukan untuk menyebut orang-orang yang menyembah berhala dan tidak memiliki kitab suci dan agama yang benar.

"Tapi setelah Nabi Muhammad hijrah ke kota Madinah tidak ada istilah kafir untuk warga Madinah," ucapnya.

Said menuturkan di Madinah saat itu ada tiga suku besar yang tidak memeluk Islam. Namun Nabi Muhammad memilih menyebutnya nonmuslim.

Menanggapi hasil pembahasan Bahtsul Masail Maudluiyah Munas Alim Ulama NU itu mustasyar PBNU Ma'ruf Amin mengatakan rekomendasi itu dikeluarkan untuk menjaga keutuhan bangsa.

"Ya ini supaya kita menjaga keutuhan. Sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, diskriminasi," ujar Ma'ruf lewat keterangan tertulis pada Sabtu, 2 Maret 2019.

Ma'ruf yang kini menjadi calon wakil presiden nomor urut 01, mengaku tidak mengikuti langsung Bahtsul Masail tersebut lantaran saat itu dia tengah melakukan safari politik ke beberapa daerah di Jawa Barat untuk menyerap aspirasi masyarakat. "Saya sendiri tidak ikut sidangnya karena terus muter-muter," ujar Mustasyar PBNU ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, menurut dia, jika para ulama telah sepakat untuk tidak menggunakan istilah kafir bagi non muslim di Indonesia, berarti hal itu memang diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa.

"Kalau itu sudah disepakati ulama berarti ada hal yang diperlukan pada saat tertentu untuk menjaga keutuhan bangsa, istilah-istilah yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan itu untuk dihindari," kata Ma'ruf.

Bahkan menurut Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Ma'ruf menyebut usulan Munas Alim Nahdatul Ulama (NU) untuk menghapus istilah kafir bagi non-muslim itu bisa menurunkan tensi politik menjelang pemilihan presiden 2019. Sebab, belakangan banyak istilah kafir-mengkafirkan.

"Keputusan NU ini sangat maju untuk menghindari konflik kelompok dalam negara. Kan sebenarnya tidak ada warga kelas dua, apapun agamanya, semuanya sama. Tidak ada diskriminasi," ujar Direktur TKN Jokowi-Ma'ruf, Maman Imanulhaq di Posko Cemara, Jakarta pada Sabtu, 2 Maret 2019.

Ketua Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Nahdatul Ulama (LDNU) ini sepakat tidak ada istilah kafir bagi orang yang tidak beragama Islam. "Kalau mengacu Alquran, kafir itu merupakan istilah bagi orang beragama tapi tidak mengamalkan agamanya, seperti pelaku korupsi atau yang punya lahan tapi enggak dibagi-bagi," ujar dia.

Front Pembela Islam lewat juru bicaranya Munarman justru menolak alasan penghapusan kata kafir oleh NU tersebut. Menurut dia, kata dan konsep kafir itu bukan ujaran kebencian ataupun diskriminasi, tetapi istilah yang diajarkan dalam Islam untuk menyebut manusia yang menutup diri dari Islam.

“Kata dan konsep kafir itu bukan ujaran kebencian ataupun diskriminasi, itu istilah yang diberikan Allah kepada manusia yang menutup diri dari kebenaran Islam yang dibawa melalui baginda Rasulullah SAW,” ujar Munarman kepada Tempo, Sabtu, 2 Maret 2019.

Tokoh Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, secara teologis, orang yang tidak beragama Islam dalam pergaulan sehari-hari disebut non-muslim atau orang yang tidak beragama Islam. Sementara itu, ujar dia, orang yang tidak dan atau belum meyakini ajaran agama Islam sebagai agama, di dalam Islam disebut dengan kafir.

“Namun, menurut Islam adalah sah-sah saja dan boleh-boleh saja (berbeda keyakinan), karena itu merupakan hak individu dan tidak boleh memaksa mereka untuk memeluk Islam,” ujar Anwar saat dihubungi Tempo pada Ahad, 3 Maret 2019.

Soal istilah kafir bagi yang tidak beragama Islam, menurut Anwar, posisi itu tidak bisa ditawar-tawar oleh seorang muslim, karena ayat dan hadis yang menyatakan seperti itu sudah jelas dan tidak perlu lagi dijelaskan. “Tetapi yang menjadi masalah adalah bagaimana kita membawakannya di dalam pergaulan sehari-hari? Silakan saja kepada masyarakat setempat untuk memutuskannya. Sebab secara teologis, kata non-muslim dan kata kafir adalah sama dan setara, yaitu sama-sama tidak dan atau belum bisa menerima ajaran Islam sebagai agama mereka,” ujar Anwar.

Adapun organisasi lintas agama setuju dengan usulan NU. Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PG)I Gomar Gultom mengatakan, kata saling kafir-mengkafirkan belakangan ini merupakan bentuk kekerasan teologis dan mengusik persaudaraan dan kerjasama sesama anak bangsa.

Baca juga:  Said Aqil: Di Madinah Nabi Muhammad tidak Gunakan Istilah Kafir

"Kita tidak hendak menggugat penggunaan kata kafir dalam kitab suci, kalau itu memang ada. Namun dalam masyarakat majemuk, dan dalam perspektif kemanusiaan sejati, patutlah kita mengembangkan pemahaman yang lebih menghargai satu sama lain," kata Gomar, Sabtu, 2 Februari 2019.

Umat Hindu lewat Parisada Hindu Dharma Indonesia atau PHDI juga sejalan dengan PGI untuk mendukung usulan NU tersebut. Sekretaris Bidang Hubungan Internasional PHDI Pusat, AA Ketut Diatmika mengatakan langkah tersebut dapat mempererat rasa persatuan kesatuan bangsa.

"Apa yang dilakukan oleh saudara kami dari NU adalah hal yang positif demi terbinanya ketertiban, persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, kami ikut mendukung," kata Ketut saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 Februari 2019.

 AHMAD FAIZ| FIKRI ARIGI| EGI ADYATAMA|DEWI NURITA

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


PBNU dan PP Muhammadiyah Tanggapi Hasil Rekapitulasi KPU Tetapkan Prabrowo-Gibran Menang Pilpres 2024

4 hari lalu

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Ketua Umum PBNU Gus Yahya berjabat tangan usai menggelar pertemuan di Kantor PBNU Jakarta, Kamis 25 Mei 2023. TEMPO/Mirza Bagaskara
PBNU dan PP Muhammadiyah Tanggapi Hasil Rekapitulasi KPU Tetapkan Prabrowo-Gibran Menang Pilpres 2024

KPU menetapkan Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024. Begini tanggapan PBNU dan PP Muhammadiyah, dua ormas terbesar di Indonesia.


Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

6 hari lalu

Plt Ketua Umum PPP MUhammad Mardiono saat meluncurkan logo baru yang akan digunakan partainya menyambut Pemilu 2024.  di Jakarta, Kamis (5/1/2023). ANTARA/HO-Humas PPP
Pertama Kali PPP Gagal Masuk Senayan, Ini Profil Partai dengan Tagline Rumah Besar Umat Islam

PPP salah satu partai terlama sejak Orde Baru, selain PDIP dan Golkar. Ini profil dan perolehan suara sejak Pemilu 1999, 2004, 2009, 2014, 2019, 2024


Marak Perang Sarung, KPAI Imbau Pesantren hingga Ormas Bantu Arahkan Kegiatan Anak selama Ramadan

11 hari lalu

(ki-ka) Pengurus Formas LKSA - PSAA, Jasra Putra bersama pengurus Panti Asuhan Dapur Yatim Baleendah, Devi Susiana dan Komisioner KPAI, Rita Pranawati menjelaskan foto-foto terkait penyergapan panti oleh Densus 88 Anti Teror saat konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta, 19 Januari 2016. TEMPO/Amston Probel
Marak Perang Sarung, KPAI Imbau Pesantren hingga Ormas Bantu Arahkan Kegiatan Anak selama Ramadan

KPAI mengimbau pelbagai lembaga keagamaan, seperti pesantren, lembaga zakat, dan ormas Islam, membantu mengarahkan kegiatan anak selama Ramadan.


Hubungan Kekerabatan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf

15 hari lalu

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026 Yahya Cholil Staquf (kanan) bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghadiri penutupan Muktamar NU ke-34 di UIN Raden Intan, Lampung, Jumat 24 Desember 2021. Pada Muktamar NU ke-34 itu terpilih Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU dan Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Hubungan Kekerabatan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bersaudara, keduanya putra K.H. Muhammad Cholil Bisri.


Ketum PBNU Yahya Staquf Minta Jaringan NU Konsolidasi Menyeluruh saat Ramadan

19 hari lalu

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf saat memberi sambutan pada Kongres XVI GP Ansor di Dermaga Terminal Penumpang Tanjung Priok, Jakarta, Jumat 2 Februari 2024. Kongres GP Ansor kali ini lebih istimewa karena akan digelar di laut, lebih tepatnya di atas Kapal Pelni KM Kelud. Setelah dibuka selanjutnya Kapal Pelni KM Kelud akan bergerak menempuh perjalanan menuju Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. TEMPO/Subekti.
Ketum PBNU Yahya Staquf Minta Jaringan NU Konsolidasi Menyeluruh saat Ramadan

PBNU juga menginstruksikan kepada jaringan NU ini untuk mengamalkan sejumlah doa-doa yang diajarkan oleh para kiai NU.


Muhammadiyah Usulkan Peniadaan Sidang Isbat, PBNU Sebut Tidak Bisa Tiba-tiba

19 hari lalu

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Yahya Cholil Staquf (tengah) dalam jumpa pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat pada Sabtu, 9 Maret 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Muhammadiyah Usulkan Peniadaan Sidang Isbat, PBNU Sebut Tidak Bisa Tiba-tiba

PBNU menanggapi usulan Muhammadiyah mengenai peniadaan sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan.


Pentingnya Sidang Isbat Tentukan Awal Ramadan dan Idul Fitri, Ini Pertimbangan Sebelum Diputuskan Menteri Agama

19 hari lalu

Petugas Kementerian Agama Sumbar melakukan pemantauan hilal di Gedung Kebudayaan Sumatera Barat di Padang, Sumatera Barat, Jumat, 22 Mei 2020. Berdasarkan hasil sidang isbat dari Kementerian Agama di Jakarta menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H jatuh pada Ahad, 24 Mei 2020. ANTARA/Iggoy el Fitra
Pentingnya Sidang Isbat Tentukan Awal Ramadan dan Idul Fitri, Ini Pertimbangan Sebelum Diputuskan Menteri Agama

Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Agama menggelar sidang isbat untuk menentukan 1 Ramadan dan Idul Fitri. Siapa peserta sidang isbat itu?


Sejarah GP Ansor yang Disorot Usai Bubarkan Kajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah

21 hari lalu

Ketua Umum Pimipinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih periode 2024-2029 Addin Jauharuddin (kanan) berjalan bersama dengan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas periode 2015-2024 (kiri) usai Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 3 Februari 2024 dini hari. Kongres yang digelar saat pelayaran dari Tanjung Priok, Jakarta menuju Tanjung Mas, Semarang itu Yaqut Cholil Qoumas secara resmi menyerahkan jabatan Ketua Umum   Ansor periode 2024-2029 kepada Addin Jauharuddin. ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Sejarah GP Ansor yang Disorot Usai Bubarkan Kajian Ustaz Syafiq Riza Basalamah

GP Ansor adalah organisasi kepemudaan dan keagamaan yang didirikan 10 Muharram 1353 Hijriah.


Sejarah GP Ansor yang Disorot Usai Bubarkan Pengajian Syafiq Riza Basalamah di Surabaya

21 hari lalu

Ketua Umum Pimipinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor terpilih periode 2024-2029 Addin Jauharuddin (kanan) berjalan bersama dengan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas periode 2015-2024 (kiri) usai Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu 3 Februari 2024 dini hari. Kongres yang digelar saat pelayaran dari Tanjung Priok, Jakarta menuju Tanjung Mas, Semarang itu Yaqut Cholil Qoumas secara resmi menyerahkan jabatan Ketua Umum   Ansor periode 2024-2029 kepada Addin Jauharuddin. ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Sejarah GP Ansor yang Disorot Usai Bubarkan Pengajian Syafiq Riza Basalamah di Surabaya

GP Ansor adalah organisasi kepemudaan dan keagamaan yang didirikan 10 Muharram 1353 Hijriah.


Gus Baha Bercanda Soal Penyelesaian Sengketa: Enggak Usah di MK, Cukup jadi Menteri

22 hari lalu

Gus Baha dalam Dialog Kebangsaan dengan tema 'Merawat Ukhuwah Kebangsaan Menjaga Persatuan Indonesia' yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM). YouTube UGM.
Gus Baha Bercanda Soal Penyelesaian Sengketa: Enggak Usah di MK, Cukup jadi Menteri

Gus Baha mengatakan tidak semua sengketa atau perselisihan harus diatasi lewat jalur hukum