Jeritan warga Kota Bekasi juga muncul di media sosial. Pemilik akun Facebook Dewie Fitriani menyebut tagihan PBB tahun ini hampir Rp 800 ribu. Padahal, tahun sebelumnya sekitar Rp 400 ribu. "Semalam ambil surat PBB dari Pak RT, pas lihat nominal yang harus dibayar kaget, naik dua kali lipat," tulisnya pada Senin malam lalu. Pemilik akun Ning's Yulia juga mengaku menerima tagihan PBB Rp 50 ribu, padahal tahun lalu Rp 29 ribu.
Pemerintah Kota Bekasi akhirnya memberikan penjelasan. Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda, pemerintah menaikkan NJOP tanah per Januari 2019 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan disertai petunjuk pelaksanaan Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 37 Tahun 2012.
Kenaikan tarif PBB tersebut adalah implikasi dari penyesuaian atau kenaikan NJOP tanah dengan harga pasaran. Kenaikan NJOP dan tarif PBB tersebut juga tak harus disosialisasi kepada masyarakat karena itu merupakan ketetapan yang telah diatur dalam regulasi. "NOJP di Kota Bekasi masih jauh dari harga tanah di pasaran," ujar Aan.
Aan pun menjelaskan bahwa menaikkan NJOP tanah adalah bagian dari skema menggenjot pendapatan daerah dari sektor PBB, sekaligus menaikkan harga pasaran tanah di Bekasi. Tahun ini instansinya menargetkan pendapatan dari PBB Rp 599 miliar atau naik Rp 259 miliar dari target pada 2018 sebesar Rp 340 miliar. Pendapatan tahun lalu bahkan melampaui target hingga 133 persen atau Rp 440 miliar.
Kenaikan harga tanah di Bekasi bersifat parsial atau tidak sporadis demi menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Aan menyebut kenaikan tertinggi berada di kawasan ekonomi dan perdagangan. Dia mencontohkan, di kawasan Perumahan Harapan Indah, NJOP sebelumnya sekitar Rp 2,3 juta per meter persegi, tapi kini menjadi Rp 4 juta. Sedangkan harga pasaran di sana kini mencapai Rp 10 juta per meter persegi.