TEMPO.CO, Jakarta - Terbongkarnya praktik pungutan liar (pungli) dan pengembalian uangnya tak menyelesaikan masalah Naneh, warga Grogol Utara, Jakarta Selatan. Sertifikat tanah gratis dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dibuat Pemerintahan Presiden Jokowi ditemukan tak gratis bagi nenek berusia 60 tahun itu.
Baca:
Sertifikat Tanah dari Jokowi Ditarik Lagi, Ini Penjelasan BPN
Naneh tak sendiri. Sebut saja Joe Toan Toan dan Hengky Gunawan. Seluruhnya warga RW 5, Grogol Utara, hanya berbeda-beda RT. Usai uang pungutan dikembalikan, ketiganya tetap belum bisa menerima sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama mereka.
Belakangan, lewat ramai pemberitaan di media massa, terungkap bahwa sertifikat-sertifikat mereka bermasalah karena tanahnya merupakan aset pemerintah daerah. Naneh, Joe, dan Hengky, harus membayar retribusi sebagai uang pemasukan ke kas pemda senilai 25 persen dikali luas tanah kali nilai jual objek pajak (NJOP) jika ingin tetap menebus sertifikat HGB.
Aturan itu sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 239 Tahun 2015 yang mengatur tentang cara pemberian rekomendasi atas permohonan sesuatu hak di atas bidang tanah hak pengelolaan tanah eks desa dan tanah eks kota praja milik/dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Baca:
Uang Pungli Sertifikat Tanah di Grogol Utara Dikembalikan
Naneh, Hengky, dan Joe mengaku tak tahu-menahu dan merasa tak pernah diberi tahu tentang aturan itu dalam penyuluhan sebelumnya. Menurut mereka, "Tidak ada surat atau pemberitahuan yang menyatakan kami harus membayar pajak sebelum sertifikat terbit."
Joe, juga Naneh, hanya diberi kabar bahwa pembuatan sertifikat benar-benar gratis. Pungutan yang kemudian pernah ditarik juga disebut sekadar uang lelang pengurus RW.