TEMPO.CO, Manila -- Komisi Pemilihan Umum Filipina tidak menilai perlu mengendalikan langsung Kota Jolo, Provinsi Sulu, dan menunda pelaksanaan pemungutan suara lanjutan mengenai penerapan UU Bangsamoro atau Bangsamoro Organic Law (BOL). Ini terkait ledakan bom di sebuah gereja Katholik pada akhir Januari 2019.
Baca:
Juru bicara KPU, James Jimenez, mengatakan pelaksanaan pemilu sela baru akan berlangsung empat bulan lagi. Lembaga ini belum mendapat rekomendasi untuk langsung melakukan pengawasan untuk Kota Jolo.
Jimenez mengatakan insiden peledakan bom di gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Sulu, juga tidak berdampak langsung pada pemungutan suara terkait BOL. Ledakan dua bom itu menewaskan 23 orang dan melukai seratus orang lainnya.
“Persiapan kami berlangsung normal. Polisi bakal berjaga lebih ketat dari biasanya,” kata Jimenez dalam jumpa pers pada 29 Januari 2019 seperti dilansir PhilStar.
Baca:
Jimenez mengatakan KPU bakal menunggu hasil penyelidikan dari polisi Filipina mengenai apakah pengeboman gereja katedral itu terkait dengan BOL, yang bakal menghasilkan Wilayah Otonomi Bangsamoro di Mindanao Muslim.
“Tapi itu tidak akan berdampak pada pemilihan karena plebisit sudah dilakukan dan hasil juga sudah diumumkan,” kata Jimenez. Hasil plebisit pada 21 Januari 2019 menunjukkan mayoritas warga Mindanao mendukung pembentukan wilayah otonomi berdasarkan BOL. Dalam jajak pendapat dua pekan lalu, ada dua daerah yang menolak penerapan BOL, yaitu Isabela City di Provinsi Basilan dan Provinsi Sulu.
Baca:
Menurut Jimenez, plebisit yang akan digelar pada 6 Februari 2019 ini hanya akan menentukan 2 daerah lain mana apakah bersedia bergabung dalam Wilayah Otonomi Bangsamoro di Mindanau Muslim.
Wakil Presiden Filipina, Leni Robredo, meminta pemerintah mendengarkan keprihatinan dari daerah yang menolak penerapan BOL itu.
Terkait hasil jajak pendapat penerapan BOL, yang mayoritas suara warga di Pulau Mindanao setuju mendukung, Inggris menyampaikan dukungannya.
“Ini menjadi kesempatan bersejarah untuk perdamaian yang abadi dan kesejahteraan di Mindanao,” begitu pernyataan dari pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris juga mendukung pelaksanaan proses damai selama bertahun-tahun ini dan siap mendukung pembentukan Wilayah Otonomi Bangsamoro di Mindanao Muslim.
Baca:
Dukungan serupa juga datang dari Duta Besar Norwegia, Bjorn Jahnsen. “Kami mendukung penuh pelaksanaan proses damai Bangamoro dan merupakan sekutu untuk perdamaian abadi dan pembangunan di Filipina,” kata Jahnsen.
Serikat pekerja Federation of Free Workers juga meminta proses penerapan BOL dilanjutkan. Menurut dia, perdamaian tidak bisa diraih lewat perang habis-habisan dengan kelompok pemberontak.
“Dengan adopsi BOL dan transisi pemerintahan kepada kepemimpinan MILF dan pembubaran kelompok bersenjatanya, kita sekarang bisa maju dengan lebih cepat dalam pembangunan nasional dan perdamaian abadi di Filipina Selatan,” kata Sony Matula, Presiden FFW. Dia menuding pelaku pengeboman gereja sebagai teroris dan orang barbar dan tidak terkait dengan orang Muslim atau Kristen.
Mengenai ini, juru bicara polisi Filipina Senior Superintendent, Bernard Banac, mengatakan serangan bom Jolo tidak terkait plebisit BOL, yang berlangsung sepekan sebelum insiden bom, yang terjadi pada 27 Januari 2019.
“Berdasarkan investigasi kami, tidak ada koneksi antara dua peristiwa ini. Tindakan pengeboman itu merupakan bentuk jelas dari terorisme. Tidak terkait dengan plebisit,” kata Banac seperti dilansir ABS-CBN.
Mengenai pelaksanaan plebisit lanjutan pada 6 Februari 2019, otoritas Filipina mengatakan aspek keamanan menjadi perhatian utama.
“Ada kekhawatiran situasi di Jolo bakal menyebar ke Lanao del Norte dan Cotabato Utara,” kata James Jimenez, juru bicara KPU Filipina, seperti dilansir Rappler. Menurut survei, kalangan pemuda di kedua daerah ini cenderung setuju bergabung dengan Wilayah Otonomi Bangsamoro di Mindanau Muslim.