TEMPO.CO, Bogor - Maesaroh, 63, adalah satu dari 49 pemilik rumah di RT02/01 Desa Sukamahi yang resah karena tanahnya terkena proyek Bendungan Sukamahi. Namun dia resah bukan karena tak setuju, melainkan pembayaran yang tak kunjung diterima.
Baca: Ke Bendungan Sukamahi, Jokowi: Kurangi Banjir Jakarta 30 Persen
“Katanya sih dulu (pengen pembebasan), tapi nggak tau saya kena atau nggak, abis sampe sekarang belum dibayar,” kata Maesaroh di rumahnya, Jumat 28 Desember 2018.
Maesaroh dan puluhan warga yang tanahnya terkena proyek telah menyerahkan berkas untuk pembebasan tanah mereka sejak 2016 hingga 2017. Bahkan Maesaroh sudah lupa kapan persisnya dia menyerahkan berkas. “Udah lama, lupa,” ujarnya.
Ketua RT02/01, Jejen Jaenudin mengatakan ada 49 bangunan di wilayahnya yang bakal dibebaskan untuk bendungan penangkal banjir Jakarta itu. Namun sejak semua berkas diserahkan, hingga kini belum ada kepastian apakah tanah mereka akan dibebaskan pemerintah. Akibatnya, masyarakat bingung.
“Bahkan ada yang sampai ngeluh ke saya, dia mau renovasi rumah, tapi takut proses segera terlaksana,” kata Jejen.
Presiden Jokowi didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kiri) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menuruni anak tangga saat meninjau pembangunan Bendungan Sukamahi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu, 26 Desember 2018. ANTARA
Kepala Desa Sukamahi, Encep Subandi mengatakan warganya berharap tanah mereka segera dibayar. Meski hasil pengukuran tanah di wilayah Desa Sukamahi sudah selesai sejak 2016, pencairan tidak kunjung terjadi. Ada sekitar 160 bidang dengan total lahan kurang lebih 11 hektare di Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung yang menunggu proses pembayaran.
“Saya juga tidak tahu alasannya, tapi menurut informasi di Desa Sukamahi ini rencananya akan dijadikan green belt, jadi pencairannya diutamakan di lokasi proyek dulu,” kata Encep saat ditemui di kantornya.
Encep mengatakan, proses musyawarah pun terus terjadi. Terakhir, musyawarah dilakukan pada Agustus 2018. “Tapi ya sampe sekarang Desa Sukamahi belum satupun yang terbayarkan,” kata Encep.
Masyarakat selalu mempertanyakan soal pembayaran tanah tersebut kepada dirinya. Sebagai kepala desa dirinya pun mencoba untuk menenangkan warganya dengan memberikan pemahaman.
“Ya saya coba pengertian, seperti prosesnya yang harus melalui berbagai lembaga, seperti BPN, BPKP, LMAN dan PPK, dan alhamdulillah masyarakat mengerti,” kata Encep.
Pembayaran ganti rugi lahan milik penduduk setempat menjadi alasan terhambatnya pembangunan Waduk Ciawi dan Sukamahi. Camat Megamendung, Hadijana, mengungkapkan pencairan uang ganti rugi tanah itu lambat, meski masyarakat setempat telah menyetujui pelepasan lahannya.
Bendungan Ciawi-Sukamahi Segera Dibangun
Menurut Hadijana, lambatnya pembayaran mengakibatkan pembebasan lahan untuk pembangunan Bendungan Sukamahi dan Ciawi tidak mengalami kemajuan. “Pembayaran ini tidak menambah persentase pembebasan lahan yang signifikan,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi untuk mencegah banjir di Jakarta. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) meneken kontrak kerja sama pembangunan dua waduk itu dengan kontraktor pada November dan Desember 2016.
Masalahnya, hingga Rabu lalu, pembebasan lahan untuk Waduk Sukamahi baru seluas 18,6 hektare atau 38,68 persen. Adapun pembebasan lahan untuk Waduk Ciawi baru 24,03 hektare atau 31,73 persen.
Hadijana menjelaskan, sejak awal masyarakat di enam desa telah setuju atas pembangunan Waduk Ciawi dan Sukamahi. Ada enam desa yang terimbas pembangunan dua waduk itu, yakni Desa Gadog, Sukamaju, Sukamahi, Sukakarya, Cipayung, dan Kopo. Namun pembebasan lahan baru dilakukan di Desa Cipayung dan Sukakarya.
Hadijana mencontohkan, warga Desa Gadog telah menyetujui tanahnya digunakan untuk membangun Waduk Ciawi sejak musyawarah bersama pemerintah pada November lalu. Namun pembayaran 85 bidang tanah di desa itu baru akan dilakukan pada Januari mendatang.
“Masyarakat sudah dengar (pembangunan dua waduk) sejak 2014 dan mereka terima saja, tapi sampai sekarang (pembayarannya) belum juga rampung,” ujarnya.
Kepala Subseksi Pemanfaatan Tanah Pemerintah Badan Pertanahan Nasional Bogor, Mariman, membenarkan lambatnya proses pembebasan lahan Waduk Ciawi dan Sukamahi. Menurut dia, pembebasan lahan lambat karena pemerintah perlu waktu untuk menghitung nilai bangunan, musyawarah, hingga menerima keluhan masyarakat.
Bendungan Sukamahi dan Ciawi Ditargetkan Rampung 2019
Meski begitu, Mariman optimistis pada tahun depan pembebasan lahan untuk membangun Waduk Ciawi dan Sukamahi bisa rampung. Apalagi panitia pembebasan tanah telah selesai mendata dan mengukur lahan. Namun, sebelum membayarkan ganti rugi, pemerintah tetap menunggu hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hari Suprayogi, mengungkapkan bahwa lambatnya pembayaran karena sebagian besar lahan milik warga yang terkena pembangunan dua waduk itu memiliki alas kepemilikan yang hanya berupa girik. “Ternyata dasar kepemilikannya sebagian besar bukan sertifikat,” ujarnya.
Akibatnya, kata Hari, tim pengadaan tanah memerlukan waktu untuk menelusuri asal-usul tanah yang akan dibebaskan. Verifikasi tanah itu diperlukan agar pemerintah tidak salah memberikan uang ganti rugi. “Verifikasinya ini yang perlu waktu,” ujarnya.
Kementerian, menurut Hari, akan mempercepat pembangunan Waduk Ciawi dan Sukamahi agar bisa rampung pada tahun depan. Caranya, menambah alat berat dan mengerjakan dua waduk itu dalam tiga shift. “Akan dikerjakan siang-malam dan gak ada libur,” katanya.
Baca: Ditinjau Jokowi, Cara Bendungan Sukamahi Tahan Banjir Jakarta
Masalah lambatnya pembebasan lahan ini terungkap setelah Presiden Jokowi mengunjungi proyek Waduk Sukamahi dan Ciawi pada Rabu lalu. Meski pembangunan Bendungan Sukamahi baru 15 persen dan Waduk Ciawi baru 9,2 persen, Jokowi optimistis waduk tersebut bisa selesai sesuai dengan target pada 2019. “Pasti rampung,” ujarnya.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA