TEMPO.CO, Jakarta - Kesepakatan perang dagang Amerika Serikat dan Cina dihentikan selama 90 hari memunculkan berbagai analisa yang mengarah pada ketidakjelasan proses, tidak dibahasnya sejumlah hal krusial, dan ketidakyakinan perang dagang kedua negara akan berhenti permanen.
Menurut laporan Boston Globe, Selasa, 4 Desember 2018, 48 jam setelah kesepakatan jeda perang dagang selama 90 hari presiden Donald Trump menunjuk veteran negosiator dagang yang sangat skeptis terhadap Cina, Robert Lighthizer, sebagai pemimpin negosiasi AS untuk selanjutnya.
Baca: 4 Kesepakatan dari Penghentian Sementara Perang Dagang AS-Cina
Pilihan Trump pada Lighthizer, menjadi tantangan mengingat dia dikenal sosok garis-keras yang menyarangkan Trump untuk menggunakan penghukuman tarif untuk memaksa Cina berubah. Dia sejak lama dikenal pengkritik perdagangan Cina dan berulang kali mengingatkan Trump untuk tidak menerima janji-janji samar yang gagal dijalankan.
Trump tidak memilih Steven Mnuchin, Menteri Keuangan, yang selama ini berusaha menyakinkan Trump untuk menghindari perang dagang. Ia juga dijuluki terlalu lunak terhadap Cina oleh anggota tim ekonomi Trump, Navarro.
"Bicara itu mudah. Apa yang kita cari bukan semakin banyak bicara, tapi pada akhir 90 hari bahwa kami melihat perubahan struktur ril dan dapat diverifikasi yang aktual, yang dapat diverifikasi, dan hasilnya secepatnya, kata Navarro seperti dikutip dari Boston Globe, 4 Desember 2018.
Komunitas bisnis Amerika di Cina prihatin tentang masa depan di tengah gesekan perdagangan dan perselisihan antara AS dan Cina.
Baca: Cina dan Amerika Serikat Sepakat Hentikan Perang Dagang
Persaingan di bidang teknologi dalam kebijakan industri Beijing dengan programnya bertajuk Made in China 2025 diperkirakan akan menimbulkan pertikaian baru dengan Amerika Serikat.
Mengutip CNBC, Selasa, 4 Desember 2018, Washington telah menuding Cina mengenai transfer teknologi dan diam-diam mendukung pelanggaran hak cipta dan kejahatan siber, namun isu-isu ini tidak dimuncuplkan dalam kesepakatan jeda perang dagang pada Sabtu lalu di sela KTT G20 di Argentina.
Presiden Xi Jinping dan Presiden Donald Trump menyepakati untuk mencabut sejumlah aturan tarif yang telah dilaksanakan selama 3 bulan perang dagang berlangsung.
Cina juga akan lebih memperluas pengawasan peredaran fentanyl, sintetis dengan zat opied yang 50 kali lebih memberi efek kecanduan dibandingkan heroin yang memuat ribuan orang tewas overdosis di Amerika Serikat.
"Namun, tidak jelas bagaimana kesepakatan di G20 akan menyelesaikan isu yang berkaitan dengan perlindungan hak cipta dan transfer teknologi di Cina," ujar ekonomi dari Prancis.
Perang dagang Cina-AS yang dipicu sepihak oleh Amerika Serikat menyebabkan kekhawatiran bagi banyak pemasok suku cadang mobil di Detroit, Michigan. CCTV
Baca: Perang Dagang Cina - Amerika Bisa Berdampak ke Seluruh Bisnis
Peristiwa yang juga tidak disinggung sama sekali dalam kesepakatan jeda perang dagang ini adalah soal sengketa di Laut Cina Selatan.
Baik Xi maupun Trump tidak membahas sengketa dalam memperebutkan penguasaan atas kawasan Laut Cina Selatan yang kaya mineral. Sebaliknya, justru Xi dan Trump mendiksusikan tentang Taiwan, Korea Utara, dan fentanyl.
Dalam sengketa perebutan Laut Cina Selatan, Amerika mengecam pembanguNan militer Cina di kawasan itu dan mengirimkan kapal perangnya mendekati Cina yang memicu protes dari Beijing.
"Cina menekankan kepentingannya pada perairan maritim, sementara AS memasukkan pentingnya kebebasan navigasi. Ini poin awal yang berbda dan tidak dapat dengan mudah didamaikan," kata pengamat militer di Hong Kong, Song Zhongping kepada South China Morning Post, 4 Desember.
Penghentian sementara perang dagang AS dan Cina masih menyisakan sejumlah tanda tanya bahkan kecurigaan tentang kesungguhan kedua belah pihak untuk berdamai.
SOUTH CHINA MORNING POST | BOSTON GLOBE | CNN