Belakangan ini publik disuguhi aksi saling serang kedua kubu. Belum habis koalisi Prabowo mengkritik Jokowi lantaran pernyataan soal politikus sontoloyo, publik dihebohkan dengan omongan Prabowo mengenai tampang Boyolali.
Baca: Pidato Lengkap Prabowo soal Tampang Boyolali dan Masalah Ekonomi
Berikutnya, Jokowi kembali memantik perdebatan dengan ucapannya soal politik genderuwo. Calon wakil presiden pendamping Jokowi, Ma'ruf Amin juga melontarkan sebutan buta dan budek untuk orang-orang yang tak bisa mengapresiasi prestasi pemerintahan Jokowi selama empat tahun ini.
Calon wakil presiden pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, juga kerap memantik kontroversi dengan pelbagai pernyataannya, misalnya, soal tempe setipis kartu ATM dan narasi-narasi lain soal harga-harga barang.
Menurut Arya, hilangnya narasi soal program ini menjadi ironi bagi kedua kubu. Arya mengatakan, sebagai inkumben ataupun penantang, Jokowi dan Prabowo semestinya saling adu gagasan jika ingin menang.
"Namun berdasarkan riset sejumlah lembaga, publik tidak mengetahui program yang ditawarkan kedua pasangan," kata dia.
Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Ferry Juliantono, membantah calon yang diusungnya tak memiliki narasi program. Ferry mengatakan, koalisi Prabowo sejak awal menyatakan bahwa ekonomi menjadi isu sentral yang diperbincangkan di pilpres 2019.
Ferry mengatakan, narasi soal harga-harga barang dan lapangan pekerjaan sudah menjadi dua topik yang selama ini konsisten disampaikan. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini malah melempar bola untuk media massa arus utama. Menurut dia, ruang untuk perdebatan visi dan program sangat terbatas di media massa.
"Media mainstream tidak memberikan tempat yang cukup tentang narasi yang kami sampaikan," kata Ferry kepada Tempo, 11 November 2018.
Menurut kubu Jokowi, tak adanya perdebatan substansi di kampanye pilpres lantaran belum ada wadah yang memungkinkan terjadinya hal tersebut.