TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah yang berubah total dalam waktu kilat mengenai harga BBM Premium bisa menjadi preseden buruk. Maju-mundur sikap pemerintah ini dinilai dapat mempengaruhi iklim investasi. “Bagi investor yang ingin masuk ke sektor minyak dan gas jadi tahan dulu,” kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, Selasa, 10 Oktober 2018.
Baca: Harga BBM Premium Batal Naik, Begini Hitungan Untung Ruginya
Menurut Bhima, ketidakpastian ini tak hanya berdampak pada investasi di sektor minyak dan gas. “Pemerintah juga punya masalah defisit transaksi berjalan dan butuh aliran modal masuk,” ujarnya.
Di sela-sela perhelatan sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (WB) di Nusa Dua, Bali, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar jenis Premium. “Pemerintah mempertimbangkan sesuai arahan Bapak Presiden, Premium mulai hari ini (naik) pukul 18.00 WIB,” ucap Jonan, Selasa, 10 Oktober 2018.
Jonan menjelaskan, kenaikan harga Premium hanya 7 persen. “Pertimbangan Bapak Presiden semata-mata adalah mempertimbangkan daya beli rakyat,” tuturnya.
Namun 30 menit kemudian Jonan mengoreksi pernyataannya mengenai kenaikan harga Premium. “Ditunda sesuai arahan Presiden,” demikian pernyataan tertulis yang dikirim stafnya.
Baca: Via Twitter, Fadli Zon: Naik Naik BBM Naik, Tinggi Tinggi Sekali
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Fajar Harry Sampurno, mengatakan Kementerian BUMN belum mendengar rencana kenaikan harga Premium. “Setelah berkoordinasi diputuskan untuk ditunda,” katanya.
Fajar menuturkan perlu ada rapat koordinasi setingkat menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian ihwal penentuan harga Premium. Rapat koordinasi jadi mandatori sesuai dengan perintah beleid Pasal 3 ayat 4 Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menyebutkan Presiden Joko Widodo membatalkan keputusan tersebut karena memikirkan daya beli masyarakat yang berpotensi terganggu akibat kenaikan harga Premium. “Termasuk menyerap aspirasi publik,” ujarnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan penundaan kenaikan harga Premium bakal memperpanjang derita Pertamina. "Yang utama adalah meringankan beban keuangan Pertamina," ucapnya. Untuk tahun ini, Pertamina diprediksi menombok hingga Rp 20 triliun karena menekan harga BBM Premium, yang tak lagi disubsidi pemerintah.
GHOIDA RAHMAH (BALI) | CAESAR AKBAR | ANDI IBNU I FERRY FIRMANSYAH