TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena kurs rupiah melemah terhadap dolar AS belakangan ini membuat pemerintah dan Bank Indonesia mengambil sejumlah langkah agar mencegah nilai tukar mata uang Garuda jatuh lebih dalam lagi.
Baca: Rupiah Melemah, BEI: Pasar Modal Masih Bagus
Situs Bank Indonesia mencatat kurs jual rupiah melemah, bahkan pada siang hari ini, Rabu, 5 September 2018 kurs jual rupiah mencapai level Rp 15.002 per dolar AS. Sementara kurs beli berada di Rp 14.852 per dolar AS.
Sementara Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp 14.972 per dolar AS. Bila dibandingkan dengan kurs yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 sebesar Rp 13.400 per dolar AS, selisihnya dengan nilai tukar rupiah saat ini sudah sangat besar.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengklaim pemerintah telah bergerak cepat dalam memperbaiki fundamental ekonomi guna menahan pelemahan rupiah dari kejatuhan lebih dalam. Ia mengaku sudah menginstruksikan kepada para menterinya untuk meningkatkan koordinasi baik di sektor fiskal, moneter, dan industri termasuk pelaku-pelaku usaha.
Jokowi bahkan telah memberi tenggat kepada para menterinya untuk menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan yang dinilai sebagai pemicu utama pelemahan rupiah belakangan ini. "Target saya sudah saya berikan kepada menteri-menteri agar dalam satu tahun ini betul-betul ada perubahan di penyelesaian defisit transaksi berjalan," ujarnya sesuai melepas ekspor Toyota 1.879 unit CBU di Tanjung Priok Car Terminal, Rabu, 5 September 2018.
Soal pelemahan nilai tukar rupiah, Jokowi mengemukakan pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS dialami hampir semua negara berkembang. Sejumlah faktor mulai dari perang dagang AS-China, krisis di beberapa negara berkembang (Argentina, Turki, Venezuela, dan Afrika Selatan), dan normalisasi moneter di AS.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, bank sentral berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan akan mengecek ke perbankan untuk mengantisipasi munculnya spekulan. “Kami akan cek ke bank apakah pembelian dolar ada underlying atau tidak. Sejak krisis Turki dan Argentina, kami sudah cek. Tapi, sejauh ini, kami tidak menemukan indikasi itu,” ujarnya, Selasa, 4 September 2018.
Perry menambahkan, fokus bank sentral saat ini adalah terus menstabilkan kurs rupiah. Sejak pekan lalu, intervensi di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) terus ditingkatkan. “Kami intervensi dalam jumlah besar. Sejak Jumat pekan lalu kami intervensi Rp 3 triliun, dan Senin lalu Rp 4,1 triliun,” katanya.