PBB memasukkan Arab Saudi dan sekutunya ke daftar hitam negara pelaku pembunuhan terhadap anak-anak di Yaman. Menurut laporan tahunan PBB, Kamis, 5 Oktober 2017, pasukan koalisi yang dibentuk Arab Saudi pada 2015 telah terbukti membunuh dan melukai 683 anak. Sebagian dari mereka tewas atau luka akibat diserang ketika berada di sekolah.
Ulah Arab Saudi, termasuk sekutunya Uni Emirat Arab, membuat peraih Nobel Perdamaian asal Yaman Tawakol Karman geram. Perempuan ini merencanakan menggugat Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan Mohammed bin Zayed ke Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, di Den Haag Belanda.Warga memeriksa bangunan yang rusak akibat serangan udara koalisi Arab Saudi di Amran, Yaman, 25 Juni 2018. REUTERS/Khaled Abdullah
"Kedua petinggi itu dianggap bertanggung jawab dan melakukan kejahatan perang," tulis Middle East Monitor.
Karman mengatakan kepada Al Jazeera, ada sejumlah laporan mengungkapkan mengenai serangkaian pelanggaran mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Yaman.
Perang Yaman bermula ketika negeri itu terbelah menjadi dua faksi yang mengklaim memiliki hak konstitusi menjalankan roda pemerintahan di Sanaa.
Saat itu, militan Houthi yang menguasai Ibu Kota Sanaa bersama pasukan loyalis mantan Presiden Ali Abdullah Saleh bentrok bersenjata melawan pasukan Presiden Hadi yang bermarkas di kota terbesar kedua di Adden. Namun pada saat bersamaan, Yaman diguncang pertempuran yang digelorakan oleh al Qaeda dan ISIS. Kedua kelompok ini selanjutnya menguasai hampir seluruh wilayah pantai Yaman.Perempuan menerima perawatan kanker di Pusat Onkologi Nasional di Sanaa, Yaman, 12 Agustus 2018. Pusat Hak Asasi Manusia Yaman mengumumkan agresi militer Arab Saudi ke Yaman hingga hari ke-1.000 telah merenggut nyawa 13.603 warga sipil dan melukai 22.289 lainnya. REUTERS/Khaled Abdullah
Pada 21 Maret 2015, setelah mengambil alih Sanaa dan pemerintahan Yaman, milisi Houthi dipimpin oleh Komite Revolusioner Agung mendeklarasikan melanjutkan perang di wilayah selatan negeri itu.
Serbuan Houthi ke wilayah selatan ini membuat Presiden Hadi kabur meninggalkan negara menuju Arab Saudi untuk mendapatkan perlindungan.
Baca: Diminta PBB, Koalisi Arab - Milisi Houthi Mau Berdamai?
Presiden Hadi selain ingin berlindung juga membutuhkan bantuan militer Arab Saudi untuk menggempur milisi Houthi yang saat itu kian menunjukkan kemampuannya setelah mendapatkan dukungan Iran.
Arab Saudi dibantu informasi intelijen Amerika Serikat, selanjutnya, melakukan serangan udara terhadap posisi strategis Houthi di Yaman dan Ibu Kota Sanaa. Namun serangan ini sering menyasar warga sipil.
Menurut taksiran PBB, korban tewas dari Maret 2015-2017 mencapai lebih 13 ribu orang, termasuk 5.200 warga sipil. Tetapi sumber lainnya menyebut angka lebih fantastis yakni perang Yaman telah melumat lebih dari 50 ribu jiwa. Konflik bersenjata di Yaman, hingga saat ini, belum menunjukkan titik terang kapan pertempuran itu tamat.