Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya menyebutkan tambahan kuota impor beras sebesar 1 juta ton merupakan bagian dari kebijakan impor sebanyak 2 juta ton yang diputuskan dalam rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Perekonomian yang dihadiri oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Bulog, dan Badan Pusat Statistik. “Keputusan final pada April lalu,” ujarnya, Selasa, 28 Agustus 2018.
Enggar menjelaskan, pemerintah memberi izin kepada Bulog untuk mengimpor beras lantaran produksi beras pada 2017 meleset dari target. Stok beras lokal milik Bulog menyusut menjadi hanya 800 ribu ton per Juli lalu. Padahal batas aman untuk stok beras Bulog dan cadangan beras pemerintah harus minimal 1,5 juta ton.
Stok beras di gudang Bulog Jakarta.(dok.Kementan)
Kementerian Pertanian sesungguhnya memprediksi produksi beras pada tahun ini bakal surplus sebesar 13,03 juta ton. Perkiraan surplus tersebut dihitung dari target produksi gabah sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, sementara total konsumsi beras nasional diperkirakan hanya 33,47 juta ton. Akan tetapi Kementerian Perdagangan ragu akan hal tersebut karena realisasi tahun lalu juga tak mencapai target.
Selain menjaga stok beras nasional, menurut Enggartiasto, kebijakan impor bertujuan menjaga daya beli masyarakat. “Pemerintah tidak akan membiarkan harga beras naik. Kami menjaga inflasi di angka 3,5 persen,” ucapnya. “Tidak ada urusan dengan politik, ini murni karena inflasi."
Selama Juli lalu, harga beras medium melewati harga eceran tertinggi pemerintah sebesar Rp 9.450 per kilogram. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga beras medium IR 64 II berada di level Rp 9.625 per kilogram, naik Rp 75 per kilogram dibanding pada akhir pekan lalu.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan stok beras pemerintah berada dalam batas aman, yakni sekitar 2 juta ton. Karena itu, pemerintah tidak akan ragu menggelontorkan beras dari gudang Bulog ke pasar untuk menjaga harga. “Tidak ada target batas cadangan beras pemerintah. Kalau harga naik, pemerintah menggelontorkan beras supaya harganya stabil,” tuturnya.
Baca: Data Rujukan Impor Beras Disebut Tidak Akurat
Adapun pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Dwi Andreas Santosa, mengatakan pemerintah seharusnya tak menempuh kebijakan impor beras untuk stabilisasi harga di dalam negeri. Terlalu banyak impor justru berlawanan dengan keinginan pemerintah memperbaiki kesejahteraan petani. Impor, menurut dia, berisiko membuat harga gabah petani turun.
Dia juga meminta pemerintah memperbaiki koordinasi dan data beras nasional. “Kalau tidak dibenahi, ya, bakal begini terus,” ujar Andreas.
PUTRI ADITYOWATI | ANDI IBNU | BISNIS