TEMPO.CO, Jakarta - Kata kunci “Post-Islamisme” di Google Trend ujug-ujug melonjak tajam pada Jumat dini hari pekan lalu. Dari skala 0-100, “Google Trend” memberikan skor 72 untuk pencarian dengan kata kunci tersebut. Bahkan, Sabtu, pekan lalu, “Post-Islamisme” mendapat nilai sempurna, 100.
Baca: Sandiaga Uno Disebut Santri Post-Islamisme, Begini Penjelasan PKS
Yang artinya banyak orang memang penasaran dengan kata kunci ini. Padahal, berbulan-bulan sebelumnya, kata kunci ini bahkan tidak dilirik oleh warga net. Google mencatat, pencarian kata kunci “Post-Islamisme” ini mencuat di Yogyakarta, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah. Laman pencarian ini pun menautkan nama “Sandiaga Uno” bersandingan dengan “Post-Islamisme”
Memang, terminologi “Post-Islamisme” dalam beberapa hari terakhir tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Sandiaga Uno. Kata tersebut, pertama kali keluar tidak lama setelah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mendeklarasikan Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden yang akan mendampinginya dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019.
Baca juga: Soal Pilpres 2019, Luhut Pandjaitan Pesan Begini ke Prabowo
Adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman yang pertama kali mengaitkan nama Sandiaga Uno dengan terminologi Post-Islamisme. "Saya kira beliau memang hidup di alam modern, tetapi beliau melewati proses spiritualisasi dan islamisasi. Sehingga saya bisa katakan saudara Sandiaga Uno sebagai sosok santri di era post-islamisme," kata Sohibul Iman, Kamis, 9 Agustus 2018, malam setelah Prabowo mengumumkan nama Sandiaga sebagai cawapres.
Bukan tanpa alasan Sohibul melemparkan pernyataan ini. Beberapa jam sebelum Prabowo mengumumkan nama Sandiaga, kondisi partai koalisi yang terdiri dari Demokrat, PAN, Gerindra, PKS, dan Partai Berkarya ini sedang di ambang perpecahan.
Simak: AHY Kandidat Ketua Timses Prabowo - Sandiaga
Sebabnya, Prabowo ngotot menyodorkan nama Sandiaga ke koalisi. Padahal, PKS keukeuh menyorongkan Ketua Majelis Syuro partai ini, Salim Segaf Al-Jufri. PKS ngotot mencalonkan Salim Segaf dengan alasan nama dia merupakan rekomendasi Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).
Akhir Juni lalu, GNPF menggelar Ijtima Ulama. Hasilnya, mereka merekomendasikan Salim Segaf dan Ustad Abdul Somad sebagai cawapres Prabowo. Dengan alasan hanya ingin fokus berdakwah, Abdul Somad menolak. Makanya, PKS merasa di atas angin. Namun, Prabowo malah memilih Sandiaga.
Simak juga: Demokrat: SBY Bagi Cara Menang Pilpres ke Prabowo - Sandiaga
GNPF tidak mau menyerah. Beberapa jam sebelum pengumuman, kelompok ini kembali mendatangi Prabowo. Mereka menyodorkan nama penceramah Arifin Ilham dan Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym. Tapi Prabowo tetep keukeuh dengan nama Sandiaga. Jadilah Prabowo berpasangan dengan Sandiaga untuk Pilpres 2019.
Sohibul menyebut pasangan Prabowo - Sandiaga ini dengan sebutan Nasionalis - Religius. Nasionalis merupakan representasi Prabowo. Sementara itu, kata Sohibul, “Sandiaga telah memiliki spiritualisme seperti santri.”
Bukan tanpa alasan jika PKS “menjual” Sandiaga sebagai seorang santri dengan embel-embel Post-Islamisme. Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan ada pergeseran opini dalam pemilihan presiden. “Di pemilihan Presiden era SBY, pertimbangan pemilih masih soal program kerja,” kata Qodari, Jumat pekan lalu. “Tapi sekarang ada faktor SARA (suku, agama, ras dan antar golongan), seperti agama.”